Kabar Buruk bagi Juventus, Ronaldo Kemungkinan Absen Lawan Barcelona

Baca Juga

MATA INDONESIA, TURIN – Kabar buruk menghampiri Juventus. Kemungkinan besar Cristiano Ronaldo tak bisa main saat menghadapi Barcelona di Liga Champions terkait protokol UEFA.

Ronaldo dinyatakan positif Covid-19 usai memperkuat Portugal di ajang UEFA Nations League melawan Prancis. Pemain 35 tahun itu langsung menjalani isolasi mandiri karena tanpa gejala.

Mantan pemain Real Madrid dipastikan absen saat Portugal menghadapi Swedia dalam lanjutan UEFA Nations League, Kamis 15 Oktober 2020 dini hari WIB dan laga Serie A melawan Crotone, Minggu 18 Oktober dini hari WIB.

Juventus baru akan menghadapi Barcelona di matchday kedua Liga Champions, 28 Oktober. Di laga perdana, Bianconeri akan menantang Dinamo Kiev pada 20 Oktober.

Berdasarkan peraturan UEFA, pemain yang sudah negatif Covid-19 harus menunggu tujuh hari lagi sebelum bisa bermain di Liga Champions atau Liga Europa. Ronaldo dinyatakan positif pada 13 Oktober dan di Italia isolasi mandiri berlangsung 10 hari. Jika ditambah tujuh hari lagi, maka kemungkinan besar Ronaldo tak bisa main lawan Barcelona.

“Peserta dari Grup 1 atau Grup 2 (UEFA Nations League) yang mengonfirmasi mereka sudah negatif Covid-19 diminta untuk menyerahkan dokumen tersebut kepada otoritas kesehatan, termasuk tanggal diagnosis virus, catatan medis lengkap, dan dokumen medis lain dalam konteks ini contohnya tes SARS-COV-2-RNA atau hasil tes laboratoium lainnya,” bunyi protokol kesehatan UEFA.

“Semua dokumen harus dilampirkan paling lambat satu pekan sebelum pertandingan UEFA selanjutnya.”

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Sistem Kontrak Kerja jadi Masalah Generasi Muda, GMNI Singgung Keadilan Ketenagakerjaan di Indonesia

Sistem Kontrak Kerja jadi Masalah Generasi Muda, GMNI Singgung Keadilan Ketenagakerjaan di Indonesia Kondisi ketenagakerjaan saat ini menghadirkan berbagai tantangan signifikan yang berdampak pada kesejahteraan pekerja, terutama dalam menghadapi ketidakpastian kerja dan fenomena fleksibilitas yang eksploitatif atau dikenal sebagai flexploitation. Sistem kontrak sementara kerap menjadi salah satu akar permasalahan, karena tidak menjamin kesinambungan pekerjaan. Situasi ini semakin diperburuk oleh rendahnya tingkat upah, yang sering berada di bawah standar kehidupan layak, serta minimnya kenaikan gaji yang menambah beban para pekerja. Selain itu, kurangnya perlindungan sosial, seperti jaminan kesehatan yang tidak memadai, serta lemahnya penegakan hukum memperkuat kondisi precarization atau suatu kerentanan struktural yang terus dialami oleh pekerja. Di sisi lain, keterbatasan sumber daya negara juga menjadi penghambat dalam mendorong pertumbuhan sektor ekonomi kreatif yang potensial, di mana banyak pekerja terjebak dalam tekanan produktivitas tanpa disertai perlindungan hak yang memadai. Dalam konteks ini, generasi muda, termasuk kader-kader Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), menjadi kelompok yang paling rentan terhadap dinamika pasar kerja yang semakin eksploitatif. Generasi ini kerap menghadapi kontradiksi antara ekspektasi tinggi terhadap produktivitas dan inovasi dengan realitas kerja yang penuh ketidakpastian. Banyak dari mereka terjebak dalam sistem kerja fleksibel yang eksploitatif, seperti tuntutan kerja tanpa batas waktu dan kontrak sementara tanpa jaminan sosial yang memadai. Akibatnya, kondisi precarization semakin mengakar. Bagi kader GMNI, yang memiliki semangat juang dan idealisme tinggi untuk memperjuangkan keadilan sosial, situasi ini menjadi ironi. Di satu sisi, mereka harus tetap produktif meskipun kondisi kerja tidak mendukung, sementara di sisi lain mereka memikul tanggung jawab moral untuk terus memperjuangkan aspirasi kolektif para pekerja. Kondisi ini tidak hanya memengaruhi kesejahteraan individu, tetapi juga dapat mengikis potensi intelektual, semangat juang, serta daya transformasi generasi muda dalam menciptakan struktur sosial yang lebih adil. Oleh karena itu, peran negara menjadi sangat penting untuk merumuskan kebijakan yang konkret dan menyeluruh. Kebijakan ini harus memastikan pemenuhan hak-hak dasar pekerja, termasuk perlindungan sosial yang layak, serta penegakan regulasi yang konsisten untuk mengurangi ketimpangan dan menghentikan eksploitasi dalam sistem kerja fleksibel. Tanpa langkah nyata tersebut, ketimpangan struktural di pasar tenaga kerja akan terus menjadi ancaman bagi masa depan generasi muda dan stabilitas tatanan sosial secara keseluruhan.
- Advertisement -

Baca berita yang ini