Jangan Kelewat! November Ini, Kisah Biografi Putri Diana Bakal Tayang di Bioskop

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA-Jumat, 5 November 2021, kisah biografi Putri Diana bakal diputar lewat film Spencer di seluruh bioskop. Namun, film ini sudah menayangkan tayangan perdananya di Festival Film Venesia pada September lalu.

Disutradarai oleh Pablo Larrain, ia mengungkapkan saat sedang melangsungkan wawancaranya bahwa inspirasi dari kisah film tersebut telah ia dapatkan dari salah satu perayaan Natal terakhir mendiang Putri Diana, yang berlatar tahun 1992.

Pablo mengatakan bahwa dirinya tertarik untuk mengangkat kisah Putri Diana dan Pangeran Charles lantaran kisah biografinya sangat berlawanan dengan cerita dongeng Pangeran dan Putri kerajaan.

Ia menambahkan tidak akan membahas tentang tragedi kematian sang Putri, sehingga berfokus pada kisah pernikahannya dengan Pangeran Charles serta kedua anaknya, Pangeran William dan Pangeran Harry.

Film ini bakal tayang dengan durasi waktu 1 jam 51 menit. Steven Knight selaku penulis naskah telah membawa film Spencer mendapatkan rating 6.7 dari 10 pada lama IMDb dari 977 pengguna serta mendapatkan skor 97 persen dengan 60 review pada laman rottentomatoes.com.

Dalam film Spencer, Kristen Stewart akan beradu akting dengan aktor Jack Farthing sebagai sosok Pangeran Charles. Konflik awal dalam film ini terjadi saat adanya isu perselingkuhan yang sudah tersebar, di mana sang Putri akhirnya memutuskan untuk menceraikan Pangeran Charles dan meninggalkan tahtanya.

Dilansir Harpersbazaar.com, Kristen Stewart mengungkapkan bahwa kisah Spencer bercerita mengenai titik balik kehidupan Putri Diana. Ia berusaha menunjukkan identitasnya di mana ia menyadari bahwa ingin menjadi wanita biasa seperti saat ia belum bertemu dengan Pangeran Charles.

Karena proses syutingnya tengah berdampingan dengan pandemi Covid-19, sehingga segala proses syutingnya menjadi terhambat.

Schlosshotel Kronberg di Jerman akan dijadikan sebagai set lokasi Sandrigham, hal tersebut dibuktikan oleh salah satau paparazi yang menemukan Kristen sedang berada di dalam kamar hotel saat sedang melalui proses foto poster film Spencer.

Awalnya Kristen sempat tidak percaya diri dengan aksen bicaranya, “Aksennya sangat menakutkan karena orang tahu suara itu, dan itu sangat, sangat berbeda. Saya sedang berlatih sekarang bersama pelatih dialek saya,” katanya.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Sistem Kontrak Kerja jadi Masalah Generasi Muda, GMNI Singgung Keadilan Ketenagakerjaan di Indonesia

Sistem Kontrak Kerja jadi Masalah Generasi Muda, GMNI Singgung Keadilan Ketenagakerjaan di Indonesia Kondisi ketenagakerjaan saat ini menghadirkan berbagai tantangan signifikan yang berdampak pada kesejahteraan pekerja, terutama dalam menghadapi ketidakpastian kerja dan fenomena fleksibilitas yang eksploitatif atau dikenal sebagai flexploitation. Sistem kontrak sementara kerap menjadi salah satu akar permasalahan, karena tidak menjamin kesinambungan pekerjaan. Situasi ini semakin diperburuk oleh rendahnya tingkat upah, yang sering berada di bawah standar kehidupan layak, serta minimnya kenaikan gaji yang menambah beban para pekerja. Selain itu, kurangnya perlindungan sosial, seperti jaminan kesehatan yang tidak memadai, serta lemahnya penegakan hukum memperkuat kondisi precarization atau suatu kerentanan struktural yang terus dialami oleh pekerja. Di sisi lain, keterbatasan sumber daya negara juga menjadi penghambat dalam mendorong pertumbuhan sektor ekonomi kreatif yang potensial, di mana banyak pekerja terjebak dalam tekanan produktivitas tanpa disertai perlindungan hak yang memadai. Dalam konteks ini, generasi muda, termasuk kader-kader Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), menjadi kelompok yang paling rentan terhadap dinamika pasar kerja yang semakin eksploitatif. Generasi ini kerap menghadapi kontradiksi antara ekspektasi tinggi terhadap produktivitas dan inovasi dengan realitas kerja yang penuh ketidakpastian. Banyak dari mereka terjebak dalam sistem kerja fleksibel yang eksploitatif, seperti tuntutan kerja tanpa batas waktu dan kontrak sementara tanpa jaminan sosial yang memadai. Akibatnya, kondisi precarization semakin mengakar. Bagi kader GMNI, yang memiliki semangat juang dan idealisme tinggi untuk memperjuangkan keadilan sosial, situasi ini menjadi ironi. Di satu sisi, mereka harus tetap produktif meskipun kondisi kerja tidak mendukung, sementara di sisi lain mereka memikul tanggung jawab moral untuk terus memperjuangkan aspirasi kolektif para pekerja. Kondisi ini tidak hanya memengaruhi kesejahteraan individu, tetapi juga dapat mengikis potensi intelektual, semangat juang, serta daya transformasi generasi muda dalam menciptakan struktur sosial yang lebih adil. Oleh karena itu, peran negara menjadi sangat penting untuk merumuskan kebijakan yang konkret dan menyeluruh. Kebijakan ini harus memastikan pemenuhan hak-hak dasar pekerja, termasuk perlindungan sosial yang layak, serta penegakan regulasi yang konsisten untuk mengurangi ketimpangan dan menghentikan eksploitasi dalam sistem kerja fleksibel. Tanpa langkah nyata tersebut, ketimpangan struktural di pasar tenaga kerja akan terus menjadi ancaman bagi masa depan generasi muda dan stabilitas tatanan sosial secara keseluruhan.
- Advertisement -

Baca berita yang ini