Isu Kenaikan Harga Mie Instan Hingga Tiga Kali Lipat, Ditanggapi Santai Pedagang di Yogya

Baca Juga

MATA INDONESIA, YOGYAKARTA – Penjual mie instan di Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) tidak merasa resah dengan isu kenaikan harga mie instan hingga tiga kali lipat akibat tersendatnya pasokan gandum dari Rusia dan Ukraina.

“Saya belum dengar sih mau ada kenaikan harga mie instan sampai tiga kali lipat. Saya belum nonton beritanya di televisi,” ujar Sumarmi, seorang pedagang kelontong di Kalurahan Wirokerten, Kapanewon Banguntapan dalam perbincangannya dengan Mata Indonesia News dikutip Sabtu 13 Agustus 2022.

Namun, ibu dua orang anak itu membenarkan sudah ada kenaikan harga mie instan itupun hanya sekitar Rp 500 per bungkus.

Jika sebelumnya Sumarni menjual mie instan goreng dengan harga Rp 3000, kini Rp 3.500.

Sementara untuk mie instan kuah perempuan 53 tahun itu kini menjualnya dengan harga Rp 3.000, padahal sebelumnya dijual seharga Rp 2.500.

Meski harga sedikit naik, namun Sumarni mengaku tidak ditinggal pelanggannya.

Kepala Bidang Ketersediaan Pengawasan dan Pengendalian Perdagangan Dinas Perdagangan (Disdag) Kota Yogya, Riswanti, mengaku memperoleh informasi kenaikan harga mie instan tiga kali lipat tersebut.

Namun, itu bukan informasi resmi melainkan dari media sosial. Dia bahkan belum melakukan survei pasar.

Sebelumnya, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan mengungkapkan tidak akan kenaikan harga mie instan yang ekstrem karena pasokan gandum bisa diperoleh dari Amerika Serikat yang saat ini dikabarkan masuk musim panen.

Reporter: Muhamad Fauzul Abraar

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Pusaran Konflik di Pantai Sanglen Gunungkidul

Mata Indonesia, Yogyakarta - Berangkat dari penutupan akses masuk Pantai Sanglen, Kemadang, Gunungkidul, yang dilakukan oleh Kraton Yogyakarta dan Obelix. Warga setempat, yang selama ini memanfaatkan lahan Pantai Sanglen untuk bertani dan mencari nafkah, merasa terpinggirkan. Mereka khawatir pengembangan pariwisata berskala besar akan mengabaikan kesejahteraan masyarakat lokal dan merusak lingkungan.
- Advertisement -

Baca berita yang ini