Ini Kata Terakhir Pilot Helikopter MI-17 Sebelum Hilang Kontak di Oksibil

Baca Juga

MINEWS, JAKARTA-Pilot helicopter MI-17 sempat mengucapkan “terima kasih”, setelah melaporkan terbang di ketinggian 7.800 feet, 6 notical mile ke utara. Namun, itu menjadi kata terkahir sang pilot setelah itu, hilang kontak dan tidak ditemukan sampai dengan hari ini.

Saat ini Lima armada udara masih melakukan pencarian terhadap Helikopter MI-17 yang hilang kontak dalam penerbangan Oksibil-Jayapura di Papua, sejak Jumat, 28 Juni 2019.

Kepala SAR Jayapura Putu Arga menyebutkan lima armada itu, yakni CN 235, helikopter TNI AD dan TNI AU, pesawat Demonim serta heli jenis MD-500 milik PT Palapa.

Saat ini kata dia, CN 235 dan Demonim terbang dari Jayapura ke Oksibil. Dua helikopter milik TNI juga sudah terbang ke Oksibil dari Timika, dan helikopter milik PT Palapa dari Wamena. “Cuaca dilaporkan baik dengan jarak pandang 10 km,” kata Putu di Jayapura, Minggu 30 Juni 2018, melansir Antara.

Diketahui helicopter MI-17 membawa 12 penumpang beserta kru yang sebelumnya terbang ke Okbibab untuk mengirimkan logistik kepada prajurit yang bertugas di wilayah tersebut.

Okbibab, merupakan salah satu distrik atau kecamatan di Papua yang berbatasan dengan Papua Nugini (PNG). Sekitar pukul 11.44 WIT heli terbang ke Jayapura dan sesaat setelah terbang, yakni pukul 11.49 WIT.

Adapun nama anggota Satgas Pamtas Yonif 725/WRG yang ikut dalam helikopter tersebut, yaitu Serda Ikrar Setya Nainggolan, Pratu Yanuarius Loe, Pratu Risno, Prada Sujono Kaimuddin dan Prada Tegar Hadi Sentana.

Sedangkan, nama-nama awak helikopter tersebut, yaitu Kapten CPN Aris (pilot), Lettu CPN Bambang (pilot), Lettu CPN Ahwar (co pilot), Serka Suriyatna, Serda Dita, Praka Dwi Purnomo, dan Pratu Aharul.

Komandan Lanud Silas Papare Marsma TNI Tri Bowo mengatakan, CN 295 sekitar pukul 10.00 WIT sudah diterbangkan ke Oksibil dengan membawa BBM dan beberapa personel.

Tim SAR Jayapura dijadwalkan diterbangkan kloter kedua, sedangkan dua unit helikopter bell milik Penerbad diberangkatkan dari Timika dengan menyusuri selatan Papua.

Helikopter Penerbad tidak terbang langsung ke Timika-Oksibil melainkan menyusuri Timika-Asmat-Tanah Merah-Oksibil yang jarak tempuhnya relatif lebih jauh, tetapi aman karena menyusuri pesisir selatan.

Berita Terbaru

Sistem Kontrak Kerja jadi Masalah Generasi Muda, GMNI Singgung Keadilan Ketenagakerjaan di Indonesia

Sistem Kontrak Kerja jadi Masalah Generasi Muda, GMNI Singgung Keadilan Ketenagakerjaan di Indonesia Kondisi ketenagakerjaan saat ini menghadirkan berbagai tantangan signifikan yang berdampak pada kesejahteraan pekerja, terutama dalam menghadapi ketidakpastian kerja dan fenomena fleksibilitas yang eksploitatif atau dikenal sebagai flexploitation. Sistem kontrak sementara kerap menjadi salah satu akar permasalahan, karena tidak menjamin kesinambungan pekerjaan. Situasi ini semakin diperburuk oleh rendahnya tingkat upah, yang sering berada di bawah standar kehidupan layak, serta minimnya kenaikan gaji yang menambah beban para pekerja. Selain itu, kurangnya perlindungan sosial, seperti jaminan kesehatan yang tidak memadai, serta lemahnya penegakan hukum memperkuat kondisi precarization atau suatu kerentanan struktural yang terus dialami oleh pekerja. Di sisi lain, keterbatasan sumber daya negara juga menjadi penghambat dalam mendorong pertumbuhan sektor ekonomi kreatif yang potensial, di mana banyak pekerja terjebak dalam tekanan produktivitas tanpa disertai perlindungan hak yang memadai. Dalam konteks ini, generasi muda, termasuk kader-kader Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), menjadi kelompok yang paling rentan terhadap dinamika pasar kerja yang semakin eksploitatif. Generasi ini kerap menghadapi kontradiksi antara ekspektasi tinggi terhadap produktivitas dan inovasi dengan realitas kerja yang penuh ketidakpastian. Banyak dari mereka terjebak dalam sistem kerja fleksibel yang eksploitatif, seperti tuntutan kerja tanpa batas waktu dan kontrak sementara tanpa jaminan sosial yang memadai. Akibatnya, kondisi precarization semakin mengakar. Bagi kader GMNI, yang memiliki semangat juang dan idealisme tinggi untuk memperjuangkan keadilan sosial, situasi ini menjadi ironi. Di satu sisi, mereka harus tetap produktif meskipun kondisi kerja tidak mendukung, sementara di sisi lain mereka memikul tanggung jawab moral untuk terus memperjuangkan aspirasi kolektif para pekerja. Kondisi ini tidak hanya memengaruhi kesejahteraan individu, tetapi juga dapat mengikis potensi intelektual, semangat juang, serta daya transformasi generasi muda dalam menciptakan struktur sosial yang lebih adil. Oleh karena itu, peran negara menjadi sangat penting untuk merumuskan kebijakan yang konkret dan menyeluruh. Kebijakan ini harus memastikan pemenuhan hak-hak dasar pekerja, termasuk perlindungan sosial yang layak, serta penegakan regulasi yang konsisten untuk mengurangi ketimpangan dan menghentikan eksploitasi dalam sistem kerja fleksibel. Tanpa langkah nyata tersebut, ketimpangan struktural di pasar tenaga kerja akan terus menjadi ancaman bagi masa depan generasi muda dan stabilitas tatanan sosial secara keseluruhan.
- Advertisement -

Baca berita yang ini