MATA INDONESIA, JAKARTA-Setidaknya ada tiga hal yang menyebabkan rendahnya penyerapan anggaran covid-19 di daerah. Hal itu diungkapkan oleh Ekonom Institute of Development on Economics and Finance (Indef) Dhenny Yuartha.
Tiga hal itu, yaitu kapasitas fiskal yang sempit, kapasitas birokrasi dan komitmen politik, dan pola penyerapan anggaran di akhir periode.
Pertama, Dhenny mengatakan hal utama yang menyebabkan rendahnya penyerapan anggaran Covid-19 adalah kapasitas fiskal yang sempit, serta didorong pula oleh masih banyaknya dana pemerintah daerah (pemda) yang mengendap di perbankan.
“Kapasitas fiskal sebenarnya sangat sempit lalu didukung oleh anggaran yang mengendap di perbankan itu cukup besar. Sehingga implementasi penyaluran ke masyarakat di level daerah tidak cukup efektif,” katanya.
Di sisi lain, Dhenny juga melihat bahwa pemerintah sangat berhati-hati dalam merelokasi anggaran.
“Terlebih realokasi anggaran infrastruktur, memang anggaran ini seharusnya dialihkan. Memang idealnya itu direalokasi ke sektor yang mendesak sekarang,” katanya.
Kedua, kapasitas birokrasi dan komitmen politik yang beragam di daerah menyebabkan rendahnya penyaluran anggaran. Di daerah, keterlibatan lebih banyak pihak seperti DPRD, yang juga memiliki komitmen politik beragam, turut mempersulit pemda dalam memutuskan perihal anggaran di luar penyaluran dari pemerintah pusat.
Ketiga, pola penyerapan anggaran di akhir periode anggaran, baik di pusat dan daerah, turut dinilai memperlambat penyerapan anggaran penanganan Covid-19.
Adapun, pemerintah melalui Menteri Keuangan sebelumnya telah meminta pemerintah daerah untuk mendorong penyerapan anggaran memasuki semester II/2021.
Pasalnya, realisasi di semester I/2021 tercatat masih sangat rendah. Contohnya, BLT Dana Desa. Memasuki semester II/2021, realisasi anggaran transfer dana desa atau BLT Desa tercatat masih rendah. Dari total anggaran Rp28,8 triliun, realisasi per 19 Juli 2021 baru mencapai Rp6,11 triliun atau setara dengan 21,2 persen dari pagu.