Ini Jadwal Kereta KRL Selama PPKM, Cek Disini!

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA-Jam operasional KRL di masa Penerapan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Jawa-Bali diputuskan PT KAI Commuter tidak berubah. KAI Commuter memberlakukan jam operasional KRL mulai pukul 04.00 hingga 22.00 WIB mulai besok, Senin 11 Januari 2021.

VP Corporate Secretary KAI Commuter Anne Purba mengatakan dengan jam operasional itu, manajemen menyediakan 91 rangkaian KRL untuk 964 perjalanan setiap harinya.

“Selain pembatasan jam operasional, berbagai protokol kesehatan di stasiun dan kereta tetap berjalan. Protokol ini termasuk pengukuran suhu tubuh, wajib menggunakan masker, mencuci tangan sebelum dan sesudah naik KRL, serta menjaga jarak,” ujar Anne melalui keterangan tertulisnya pada Minggu 10 Januari 2021.

Ia menambahkan, dengan adanya pembatasan jam operasional KRL dan pengendalian mobilitas masyarakat, penguna KRL pada masa libur Natal 2020 dan Tahun Baru 2021 mencapai rata-rata 300 ribu penumpang setiap harinya. Sementara itu, di masa PSBB Transisi volume pengguna KRL setiap hari kerja mencapai 400.000 orang.

KAI Commuter kata dia juga masih memberlakukan aturan tambahan pada masa pandemi ini, yaitu bagi lansia yaitu hanya dapat naik kereta pada pukul 10.00 WIB-14.00 WIB atau di luar jam sibuk. Sementara bagi balita tidak diperkenankan naik KRL.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Sistem Kontrak Kerja jadi Masalah Generasi Muda, GMNI Singgung Keadilan Ketenagakerjaan di Indonesia

Sistem Kontrak Kerja jadi Masalah Generasi Muda, GMNI Singgung Keadilan Ketenagakerjaan di Indonesia Kondisi ketenagakerjaan saat ini menghadirkan berbagai tantangan signifikan yang berdampak pada kesejahteraan pekerja, terutama dalam menghadapi ketidakpastian kerja dan fenomena fleksibilitas yang eksploitatif atau dikenal sebagai flexploitation. Sistem kontrak sementara kerap menjadi salah satu akar permasalahan, karena tidak menjamin kesinambungan pekerjaan. Situasi ini semakin diperburuk oleh rendahnya tingkat upah, yang sering berada di bawah standar kehidupan layak, serta minimnya kenaikan gaji yang menambah beban para pekerja. Selain itu, kurangnya perlindungan sosial, seperti jaminan kesehatan yang tidak memadai, serta lemahnya penegakan hukum memperkuat kondisi precarization atau suatu kerentanan struktural yang terus dialami oleh pekerja. Di sisi lain, keterbatasan sumber daya negara juga menjadi penghambat dalam mendorong pertumbuhan sektor ekonomi kreatif yang potensial, di mana banyak pekerja terjebak dalam tekanan produktivitas tanpa disertai perlindungan hak yang memadai. Dalam konteks ini, generasi muda, termasuk kader-kader Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), menjadi kelompok yang paling rentan terhadap dinamika pasar kerja yang semakin eksploitatif. Generasi ini kerap menghadapi kontradiksi antara ekspektasi tinggi terhadap produktivitas dan inovasi dengan realitas kerja yang penuh ketidakpastian. Banyak dari mereka terjebak dalam sistem kerja fleksibel yang eksploitatif, seperti tuntutan kerja tanpa batas waktu dan kontrak sementara tanpa jaminan sosial yang memadai. Akibatnya, kondisi precarization semakin mengakar. Bagi kader GMNI, yang memiliki semangat juang dan idealisme tinggi untuk memperjuangkan keadilan sosial, situasi ini menjadi ironi. Di satu sisi, mereka harus tetap produktif meskipun kondisi kerja tidak mendukung, sementara di sisi lain mereka memikul tanggung jawab moral untuk terus memperjuangkan aspirasi kolektif para pekerja. Kondisi ini tidak hanya memengaruhi kesejahteraan individu, tetapi juga dapat mengikis potensi intelektual, semangat juang, serta daya transformasi generasi muda dalam menciptakan struktur sosial yang lebih adil. Oleh karena itu, peran negara menjadi sangat penting untuk merumuskan kebijakan yang konkret dan menyeluruh. Kebijakan ini harus memastikan pemenuhan hak-hak dasar pekerja, termasuk perlindungan sosial yang layak, serta penegakan regulasi yang konsisten untuk mengurangi ketimpangan dan menghentikan eksploitasi dalam sistem kerja fleksibel. Tanpa langkah nyata tersebut, ketimpangan struktural di pasar tenaga kerja akan terus menjadi ancaman bagi masa depan generasi muda dan stabilitas tatanan sosial secara keseluruhan.
- Advertisement -

Baca berita yang ini