Ini Alasan Ibu Kota Negara yang Baru Pakai Istilah Distrik

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA – Undang-Undang Ibu Kota Negara telah disahkan dalam Rapat Paripurna DPR RI, Selasa 18 Januari 2022. Ibu kota baru nanti akan dipimpin pejabat setingkat menteri dan dibagi ke dalam empat distrik.

Dalam draf 14 Januari 2020, soal distrik tersebut di atur dalam pasal 23 yang terbagi menjadi distrik utama yang akan berfungsi sebagai kawasan inti pusat pemerintahan yang terdiri dari gedung perkantoran dan sarana penunjangnya.

Sedangkan distrik madya akan berfungsi sebagai kawasan penunjang inti pusat pemerintah yang terdiri dari pemukiman PNS dan sarana lainnya.

Selain itu dua distrik lainnya yaitu Pratama I dan II akan disediakan sebagai perluasan Distrik Utama.

Dalam penjelasannya, disebutkan penggunaan istilah distrik dalam pembagian wilayah Ibu Kota Negara tersebut karena sebagai pembeda dari nomenklatur administrasi pemerintahan.

Menurut RUU tersebut Ibu Kota Negara baru itu bukan wilayah administrasi pemerintah tersendiri.

Maka, Ibu Kota Negara tersebut akan dikelola pejabat setingkat menteri yaitu Kepala Otorita.

Sehingga, tidak akan ada pemilihan kepala daerah di wilayah tersebut, namun kepala otorita Ibu Kota Negara selama lima tahun.

Meski begitu, presiden bisa menunjuknya kembali atau bahkan memberhentikannya sebelum masa jabatannya habis.

Sebelumnya pengamat Kebijakan Publik Universitas Trisakti, Trubus Rahadiansyah, menyarankan agar bentuk pemerintahan di Ibu Kota Negara yang baru harus diatur dengan jelas dalam undang-undang tersebut.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Perjuangkan Kesejahteraan Buruh dan Petani, Dani Eko Wiyono Siap Maju Calon Bupati Sleman Melalui Jalur Independen

Mata Indonesia, Sleman - Alumni aktivis 98 sekaligus aktivis yang selalu menyuarakan aspirasi buruh/pekerja Daerah Istimewa Yogyakarta, Dani Eko Wiyono ST. MT ini bertekad maju bakal calon bupati Sleman dalam Pilkada Sleman nanti. Dani menilai, hingga saat ini, mayoritas kehidupan buruh masih sangat jauh dari kata sejahtera. Buruh masih dianggap hanya sebagai tulang punggung ekonomi bangsa tanpa diperjuangkan nasib hidupnya.
- Advertisement -

Baca berita yang ini