Industri Halal jadi Penyeimbang Ekonomi Nasional

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA-Industri halal saat ini menjadi penyeimbang ekonomi dalam memulihkan kondisi Indonesia yang tertekan akibat krisis pandemi covid-19. Hal itu diungkapkan oleh Menteri BUMN Erick Thohir.

“Industri halal harus menjadi salah satu bagian dari bagaimana kita menyeimbangkan ekonomi. Pandemi ini membangunkan kita dari tidur,” katanya.

Dia mengatakan bisnis fesyen muslim, kosmetik, hingga industri daging halal menjadi platform yang penting untuk dijaga dalam upaya memulihkan kondisi ekonomi nasional.

“Di bawah Masyarakat Ekonomi Syariah, kami memastikan investasi ke daerah juga bersahabat dengan pengusaha nasional,” kata Erick.

Dalam laporan The State of Global Islamic Economy Report 2019-2020, Indonesia menduduki peringkat lima besar sebagai negara produsen produk halal di dunia. Pemerintah menargetkan Indonesia bisa menjadi produsen nomor satu produk halal di dunia pada 2024.

Erick mengatakan BUMN sebagai lokomotif pembangunan nasional memberikan keberpihakan kepada pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) agar dapat mandiri dan tumbuh besar menjadi produsen produk halal.

“Pengadaan proyek-proyek BUMN yang di bawah Rp400 juta kami prioritaskan kepada UMKM,” kata Erick.

Selain mendorong pengembangan UMKM, ekonomi pesantren juga perlu ditingkatkan dengan memberikan kesempatan kepada santri untuk ikut mengelola bisnis komersial, di antaranya menjadi agen Pertashop.

Dari 5.000 pesantren yang ditargetkan punya Pertashop, saat ini sudah ada 1.200 persantren yang telah mendaftar diri untuk mengikuti program dari Pertamina tersebut.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

DPRD DIY Minta Kasus Perusakan Makam di Kotagede Tak Dikaitkan SARA, GMP Jogja: Jangan Tergesa Menyimpulkan

Mata Indoensia, Yogyakarta - Pernyataan Ketua Komisi A DPRD DIY, Eko Suwanto, dalam konferensi pers yang menyatakan kasus perusakan makam di Kotagede, Kota Jogja tidak dikaitkan dengan isu SARA dalam proses hukum dianggap keliru.
- Advertisement -

Baca berita yang ini