MATA INDONESIA, KAIRO – Setiap anak akan melakukan apa pun demi ibu maupun ayah mereka, seperti yang dilakukan oleh seorang pria di Mesir yang memenggal kepala rekannya di ruang publik. Sontak, orang-orang yang berlalu lalang di Kota Ismailia, utara Mesir, berteriak ketakutan.
Usai kejadian, polisi segera memberlakukan penjagaan keamanan di TKP dan memanggil saksi, ketika pihak berwenang mulai menyelidiki pembunuhan itu. Video kejahatan itu pun beredar luas di media sosial di seluruh Mesir.
Jaksa Penuntut Umum Mesir dalam sebuah pernyataan berjanji untuk segera menyelesaikan penyelidikan atas insiden yang menewaskan satu orang dan menyebabkan dua orang lainnya mengalami cedera.
Berdasarkan informasi awal, pihak berwenang menyatakan bahwa pelaku pembunuhan bekerja di toko furniture untuk saudara laki-laki korban. Secara psikologis pelaku terguncang dan sebelumnya telah dirawat di klinik kecanduan narkoba.
Sejumlah saksi mengatakan bahwa pemenggalan ini merupakan aksi balas dendam lantaran sang ibu diperkosa oleh korban. Namun, informasi dari para saksi ini belum dikonfirmasi oleh penyelidikan aparat kepolisian.
Dr. Sawsan Fayed, profesor sosiologi, mengatakan kepada Asharq Al Awsat bahwa penyebaran kejahatan jenis ini dikaitkan dengan beberapa faktor, yang paling penting adalah penyakit mental.
“Ada orang yang menderita kekerasan sejak lahir, kondisi yang sulit diobati dan membutuhkan pelatihan dan kerja keras,” kata Dr. Fayed, melansir Gulf News, Selasa, 2 November 2021.
“Di antara penyebab kejahatan yang mengerikan adalah halusinasi, gangguan perilaku, dan kecanduan narkotika sintetis yang menyebabkan keadaan halusinasi dan kurangnya kesadaran, selain media dan sering terpapar adegan pembunuhan, darah dan kejahatan yang membuat orang menjadi terbiasa, membuat pembunuhan menjadi proses yang mudah,” tuturnya.
Dr. Fayed mengatakan bahwa dalam banyak kejahatan, biasanya pernyataan terdakwa juga dibutuhkan. Sehingga mengetahui motif dari kejahatan tersebut.
“Balas dendam kehormatan adalah salah satu alasan mengapa terdakwa atau si pembunuh menyombongkan diri atas perbuatannya, seperti yang terjadi di Ismailia,” katanya.
“Di mana si pembunuh tidak menyembunyikan kejahatannya, tetapi berjalan dengan tubuh korban di jalan, dalam semacam pamer, mungkin disebabkan oleh keinginannya untuk menunjukkan balas dendam demi kehormatannya, seperti yang dikabarkan,” tuturnya.
Dalam beberapa tahun terakhir, sejumlah kejahatan telah mengguncang Mesir, termasuk kasus yang disebut “martir ksatria” yang terjadi pada akhir 2019, di mana seorang mahasiswa membunuh seorang pemuda lain yang keberatan dengan pelecehannya terhadap seorang gadis di jalan.
“Pentingnya pendidikan dan budaya untuk menghadapi penyebaran kejahatan, mencatat bahwa masyarakat menderita krisis nilai dan semua lembaga agama, budaya, dan pendidikan harus memainkan peran untuk mengatasi ketidakseimbangan nilai yang menyebabkan penyebaran kejahatan,” sambungya.