MATA INDONESIA, JAKARTA-Pengamat Asset Management Edwin Sebayang mengatakan pembentukan holding BUMN Ultra Mikro sudah sangat tepat.
Langkah itu akan meningkatkan potensi efisiensi dan membuka lebar pengembangan usaha masyarakat di tataran bawah. Penggabungan ekosistem ultra mikro pada tiga BUMN tersebut dinilai membuat pasar pembiayaan mikro oleh perusahaan milik pemerintah semakin kuat.
Penghimpunan data nasabah akan semakin baik, sehingga tak mustahil jika ke depan banyak lahir usaha mikro berkualitas. Di sisi lain, bagi pelaku bisnis di segmen ultra mikro langkah holding memuluskan jalan untuk mendapatkan solusi keuangan usaha yang lebih lengkap, mudah dan cepat.
“Terlebih efisiensi yang dilakukan holding tentu ditransmisikan ke bunga pembiayaan sehingga meringankan beban pinjaman pelaku mikro nantinya. Ini pun memperbesar potensi pertumbuhan mereka,” ujar Edwin.
Mengutip data Kementerian Koperasi dan UKM terdapat sekitar 62 juta unit mikro dan ultra mikro, dengan persentase hanya 50,9 persen yang baru tersentuh layanan keuangan formal.
Di sisi lain mayoritas usaha ultra mikro masih mengandalkan bantuan keluarga atau jasa rentenir dalam akses pembiayaan. Secara nasional saat ini porsi kredit perbankan yang diserap sektor UMKM masih di bawah 20 persen, sedangkan target pemerintah mencapai 30 persen.
Holding pun diharapkan mendorong pendanaan bagi sekitar 29 juta usaha ultra mikro pada 2024 serta percepatan inklusi keuangan. Adapun inklusi keuangan melalui holding BUMN UMi akan mendorong program pemerintah dalam menjangkau masyarakat yang belum memiliki akses ke lembaga keuangan formal.
Dengan indeks inklusi keuangan yang meningkat, dapat menjadi dasar mempercepat penetrasi digitalisasi keuangan. Merujuk data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada Desember 2020, indeks literasi keuangan mencapai 38,03 persen sedangkan inklusi keuangan 76,19 persen.
Angka tersebut merupakan hasil Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) ketiga yang dilakukan regulator tersebut pada 2019. Persentase itu meningkat dari posisi 2016, di mana hasil survey OJK mencatat indeks literasi keuangan 29,7 persen sedangkan inklusi keuangan 67,8 persen.