MATA INDONESIA, JAKARTA – Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto berkata, mantan Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) terbukti telah menzalimi dirinya sendiri demi sebuah pencitraan.
Pernyataan Hasto ini adalah bentuk tanggapan atas apa yang sebelumnya disampaikan oleh Sekjen Partai Demokrat.
Hasto menjelaskan, kisah pengakuan SBY telah membuat Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri kecolongan dua kali, adalah bukti bahwa yang dituduhkan ternyata salah.
Ia menyebut, SBY berusaha menuduh Mega telah menzaliminya, terutama pada 2004 lalu. Namun, bagi Hasto, justru SBY adalah pihak yang menzalimi dirinya sendiri karena alasan pencitraan.
“Dalam politik kami diajarkan moralitas politik yaitu satunya kata dan perbuatan. Apa yang disampaikan oleh Marzuki Alie tersebut menjadi bukti bagaimana hukum moralitas sederhana dalam politik itu tidak terpenuhi dalam sosok Pak SBY. Terbukti bahwa sejak awal Pak SBY memang memiliki desain pencitraan tersendiri termasuk istilah ‘kecolongan dua kali’ sebagai cermin moralitas tersebut,” kata Hasto dalam keterangannya, Rabu 17 Februari 2021.
“Jadi kini rakyat bisa menilai bahwa apa yang dulu dituduhkan oleh Pak SBY telah dizalimi oleh Bu Mega, ternyata kebenaran sejarah membuktikan bahwa Pak SBY menzalimi dirinya sendiri demi politik pencitraan,” ujar Hasto menambahkan.
Lebih lanjut, Hasto bercerita, bahwa ia mengingat hal yang dikisahkan almarhum Cornelis Lay, guru besar Fisipol UGM bahwa sebelum SBY menjadi Menkopolhukam di Kabinet Gotong Royong, ada elite partai mempertanyakan keterkaitan SBY sebagai mantu Pak Sarwo Edhie yang dipersepsikan berbeda dengan Bung Karno, dan juga terkait dengan serangan kantor DPP PDI tanggal 27 Juli 1996.
Bagi Hasto, kala itu sikap Mega adalah mengedepankan rekonsiliasi nasional dan persatuan.
“Saya mengangkat Pak SBY sebagai Menkopolhukam bukan karena menantu Pak Sarwo Edhie. Saya mengangkat dia karena dia adalah TNI, Tentara Nasional Indonesia. Ada ‘Indonesia’ dalam TNI sehingga saya tidak melihat dia menantu siapa. Kapan bangsa Indonesia ini maju kalau hanya melihat masa lalu? Mari kita melihat ke depan. Karena itulah menghujat Pak Harto pun saya larang. Saya tidak ingin bangsa Indonesia punya sejarah kelam, memuja Presiden ketika berkuasa, dan menghujatnya ketika tidak berkuasa,” kata Hasto mengutip pernyataan Megawati seperti disampaikan Prof Cornelis.
Hasto menyebut, pernyataan Marzuki Alie bagian dari dialektikan kebenaran sejarah tersebut.
“Dengan pernyataan Pak Marzuki itu, saya juga menjadi paham, mengapa Blok Cepu yang merupakan wilayah kerja Pertamina, paska pilpres 2004, lalu diberikan kepada Exxon Mobil. Nah kalau terhadap hal ini, rakyat dan bangsa Indonesia yang kecolongan,” ujarnya.