Hari Ini Terakhir PPKM Darurat, Tak Semua Daerah Dilonggarkan

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA – Hari ini, Minggu 25 Juli 2021, Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) darurat akan berakhir.  Presiden Jokowi menyatakan akan melakukan pelonggaran PPKM di Jawa Bali mulai 26 Juli jika terjadi penurunan kasus.

Epidemiolog dari Universitas Indonesia, Pandu Riono, memprediksi pelonggaran PPKM darurat tak akan diberlakukan di semua daerah. Ia memprediksi pelonggaran hanya akan ada di daerah-daerah yang perekonomiannya terdampak signifikan karena pengetatan pembatasan. ”Di daerah-daerah pertumbuhan ekonomi tinggi yang berdampak, mungkin Jakarta, Surabaya, Bandung, ” ujar Pandu, Minggu 25 Juli 2021.

Pandu mengatakan, jika merujuk indikator epidemiologis, sebenarnya belum ada banyak perubahan dari pembatasan yang berlaku sejak 3 Juli lalu. Penurunan angka kasus harian belakangan ini lantaran angka testing juga menurun. Sedangkan angka pasien yang dirawat di rumah sakit pun masih besar.

Juru bicara Satuan Tugas Penanganan Covid-19, Wiku Adisasmito mengatakan ada empat komponen pertimbangan untuk melonggarkan pembatasan.

Indikator pelonggaran PPKM darurat ini adalah perhitungan tren kasus, kapasitas manajemen sistem kesehatan; Aspirasi dan perilaku masyarakat dengan tren penurunan mobilitas, termasuk keluhan masyarakat agar pembatasan segera dilonggarkan; dan dampak sosial ekonomi khususnya bagi masyarakat dengan pendapatan ekonomi menengah ke bawah dan usaha mikro.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Sistem Kontrak Kerja jadi Masalah Generasi Muda, GMNI Singgung Keadilan Ketenagakerjaan di Indonesia

Sistem Kontrak Kerja jadi Masalah Generasi Muda, GMNI Singgung Keadilan Ketenagakerjaan di Indonesia Kondisi ketenagakerjaan saat ini menghadirkan berbagai tantangan signifikan yang berdampak pada kesejahteraan pekerja, terutama dalam menghadapi ketidakpastian kerja dan fenomena fleksibilitas yang eksploitatif atau dikenal sebagai flexploitation. Sistem kontrak sementara kerap menjadi salah satu akar permasalahan, karena tidak menjamin kesinambungan pekerjaan. Situasi ini semakin diperburuk oleh rendahnya tingkat upah, yang sering berada di bawah standar kehidupan layak, serta minimnya kenaikan gaji yang menambah beban para pekerja. Selain itu, kurangnya perlindungan sosial, seperti jaminan kesehatan yang tidak memadai, serta lemahnya penegakan hukum memperkuat kondisi precarization atau suatu kerentanan struktural yang terus dialami oleh pekerja. Di sisi lain, keterbatasan sumber daya negara juga menjadi penghambat dalam mendorong pertumbuhan sektor ekonomi kreatif yang potensial, di mana banyak pekerja terjebak dalam tekanan produktivitas tanpa disertai perlindungan hak yang memadai. Dalam konteks ini, generasi muda, termasuk kader-kader Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), menjadi kelompok yang paling rentan terhadap dinamika pasar kerja yang semakin eksploitatif. Generasi ini kerap menghadapi kontradiksi antara ekspektasi tinggi terhadap produktivitas dan inovasi dengan realitas kerja yang penuh ketidakpastian. Banyak dari mereka terjebak dalam sistem kerja fleksibel yang eksploitatif, seperti tuntutan kerja tanpa batas waktu dan kontrak sementara tanpa jaminan sosial yang memadai. Akibatnya, kondisi precarization semakin mengakar. Bagi kader GMNI, yang memiliki semangat juang dan idealisme tinggi untuk memperjuangkan keadilan sosial, situasi ini menjadi ironi. Di satu sisi, mereka harus tetap produktif meskipun kondisi kerja tidak mendukung, sementara di sisi lain mereka memikul tanggung jawab moral untuk terus memperjuangkan aspirasi kolektif para pekerja. Kondisi ini tidak hanya memengaruhi kesejahteraan individu, tetapi juga dapat mengikis potensi intelektual, semangat juang, serta daya transformasi generasi muda dalam menciptakan struktur sosial yang lebih adil. Oleh karena itu, peran negara menjadi sangat penting untuk merumuskan kebijakan yang konkret dan menyeluruh. Kebijakan ini harus memastikan pemenuhan hak-hak dasar pekerja, termasuk perlindungan sosial yang layak, serta penegakan regulasi yang konsisten untuk mengurangi ketimpangan dan menghentikan eksploitasi dalam sistem kerja fleksibel. Tanpa langkah nyata tersebut, ketimpangan struktural di pasar tenaga kerja akan terus menjadi ancaman bagi masa depan generasi muda dan stabilitas tatanan sosial secara keseluruhan.
- Advertisement -

Baca berita yang ini