Hadirkan Maskapai Asing, Bisakah Jadi Solusi Tiket Mahal?

Baca Juga

MINEWS, JAKARTA – Pemerintah berencana menghadirkan maskapai asing dalam penerbangan domestik. Namun rencana pemerintah ini, menghadirkan pro dan kontra dari sejumlah pihak.

Wakil Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Rainier H. Daulay menyatakan bahwa keberatan terkait rencana pemerintah untuk menghadirkan maskapai asing dalam penerbangan domestik.

“Kita sudah bicara hal yang sama tiga bulan lalu. Ini bukan solusi yang baik bagi industri maskapai kita. Dan dampaknya sangat berat bagi industri pariwisata,” ujar Rainier dalam acara diskusi terkait kenaikan tarif tiket pesawat di Lobby lounge Hotel Millenium, Tanah Abang, Jakarta Pusat, Rabu 19 Juni 2019.

Ranier menambahkan maskapai asing tentu tak boleh angkut penerbangan domestik, tanpa mendirikan badan usaha di Indonesia. Hal ini bukan perkara mudah karena salah satu syarat kepemilikannya harus 51 persen oleh investor lokal.

Menurutnya, bisnis penerbangan saat ini sudah sangat berat dan dampaknya juga cukup besar bagi industri perhotelan di luar pulau Jawa. Sejumlah hotel yang biasanya di masa liburan lebaran okupansinya bisa mencapai 100 persen, malah turun drastis.

Di Sumatra Barat misalnya, tingkat okupansinya turun hingga 40 persen. Lalu di Makassar turun 25 persen, Bali juga turun 12 persenokupansinya. Padahal Bali adalah world tourist destination.

Ia juga menjelaskan bahwa hal ini membuat pusat penjualan oleh-oleh juga ikut mati dan usaha-usaha masyarakat kecil juga ikut tergerus.

“Selain itu, saya lihat bandara-bandara baru juga kosong melompong. Airline pasti akan bilang demi efisiensi skedul-skedul penerbangan tertentu dikurangi. Misalnya dari 10 kali penerbangan menjadi 3 kali penerbangan,” kata Rainier.

“Tentu saja pesawat yang tak terbang juga akan dikenai biaya parkir, maka jangan heran kalau ini bikin airline merugi. Jangan-jangan garuda dipaksa untuk buntung. Jadi kalau garuda rugi tentu yang lain pasti ikut rugi,” ujarnya menambahkan. (Krisantus de Rosari Binsasi)

Berita Terbaru

Judi Daring Ancam Ekonomi Keluarga: Saatnya Literasi dan Kolaborasi Jadi Senjata

Oleh: Ratna Soemirat* Fenomena judi daring (online) kini menjadi salah satu ancaman paling serius terhadap stabilitassosial dan ekonomi masyarakat Indonesia. Di tengah kemajuan teknologi digital yang membawakemudahan hidup, muncul sisi gelap yang perlahan menggerogoti ketahanan keluarga dan moral generasi muda. Dengan hanya bermodalkan ponsel pintar dan akses internet, siapa pun kini bisaterjerumus dalam praktik perjudian digital yang masif, sistematis, dan sulit diawasi. Pakar Ekonomi Syariah dari Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Satria Utama, menilai bahwa judi daring memiliki daya rusak yang jauh lebih besar dibandingkan bentukperjudian konvensional. Menurutnya, sasaran utama dari perjudian daring justru kelompokmasyarakat yang secara ekonomi tergolong rentan. Dampaknya langsung terlihat pada polakonsumsi rumah tangga yang mulai bergeser secara drastis. Banyak keluarga yang awalnyamampu mengatur pengeluaran dengan baik, kini harus kehilangan kendali keuangan karenasebagian besar pendapatan mereka dialihkan untuk memasang taruhan. Satria menjelaskan, dalam beberapa kasus, bahkan dana bantuan sosial (bansos) yang seharusnyadigunakan untuk kebutuhan pokok keluarga justru dihabiskan untuk berjudi. Hal ini, katanya, bukan lagi sekadar persoalan individu, melainkan ancaman nyata terhadap ketahanan ekonominasional. Ia menegaskan, ketika uang yang seharusnya digunakan untuk makan, biaya sekolahanak, atau keperluan kesehatan malah dipakai untuk berjudi, maka kerusakannya meluas hinggapada tingkat sosial yang lebih besar. Masalah ini juga diperparah dengan munculnya fenomena gali lubang tutup lubang melaluipinjaman online (pinjol). Banyak pelaku judi daring yang akhirnya terjebak utang karena tidakmampu menutup kerugian taruhan. Satria menilai bahwa bunga pinjol yang tinggi justrumemperparah keadaan dan menjerumuskan pelakunya ke dalam lingkaran utang yang sulitdiakhiri. Dalam banyak kasus, kondisi ini menyebabkan kehancuran rumah tangga, konflikkeluarga, hingga perceraian. Efek domino judi daring, katanya, sangat luas dan tidak hanyamerugikan pelakunya saja. Selain aspek ekonomi, Satria juga menyoroti persoalan perilaku konsumsi yang tidak rasional di kalangan masyarakat. Ia menilai bahwa budaya konsumtif yang tinggi membuat masyarakatlebih mudah tergoda dengan janji palsu “cepat kaya” yang ditawarkan oleh situs judi daring. Contohnya, jika seseorang rela mengeluarkan uang untuk rokok meski kebutuhan rumah tanggaterbengkalai, maka godaan berjudi dengan iming-iming hasil instan menjadi semakin kuat. Menurutnya, perubahan pola pikir masyarakat menjadi kunci utama untuk membentengi diri daribahaya ini. Lebih jauh, Satria menegaskan bahwa penanganan judi daring tidak cukup hanya denganpendekatan represif, seperti pemblokiran situs atau razia siber. Ia menilai langkah tersebutmemang penting, tetapi tidak akan menyelesaikan akar masalah tanpa adanya peningkatanliterasi ekonomi dan kesadaran digital masyarakat. “Permintaan terhadap judi daring itu besar, sehingga selama ada permintaan, pasokan akan terus bermunculan,” ujarnya dalam wawancara. Pemerintah, katanya, harus berani menyentuh aspek edukasi publik dengan memperkuat literasidigital, keuangan, dan moral agar masyarakat memiliki ketahanan terhadap jebakan dunia maya. Upaya memperkuat literasi digital dan kesadaran publik kini mulai mendapat perhatian dariberbagai pihak, termasuk dunia akademik. Salah satu contoh nyata datang dari UniversitasLampung (Unila) melalui inovasi bertajuk Gambling Activity Tracing Engine (GATE...
- Advertisement -

Baca berita yang ini