Mata Indonesia, Yogyakarta – Berdasarkan data dari kementerian kerja, pekerja anak yang ditarik dari bentuk-bentuk pekerja terburuk anak sejak 2008 sampai 2020 adalah sebanyak 134.456 orang.
Analis Hukum Ahli Muda Kelompok Substansi Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Sekretariat Daerah Kota Yogyakarta, Saverius Vanny Noviandri P Manaan, mengatakan, berdasarkan Survei Nasional Ekonomi Nasional (Susenas) Badan Pusat Statistik 2018, pekerja anak yang ada di Indonesia sebanyak 1.709.712 anak.
“Beberapa faktor utama yang ditengarahi menjadi penyebab persoalanan ini adalah faktor ekonomi dan juga pendidikan. Ditambah situasi selama Pandemi Covid-19 lalu,” katanya saat menghadiri pelaksanaan Opini Kebijakan secara daring pada Selasa (21/2/2023).
Sedangkan, Indonesia sendiri memiliki Undang Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan terakhir dengan Perpu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja.
“Undang Undang tersebut mengatur mengenai larangan memperkerjakan anak. Anak yang dimaksud dalam Undang Undang tersebut didefinisikan sebagai setiap orang yang berumur di bawah usia 18 Tahun,” jelas Saverius Vanny Noviandri.
“Namun demikian, ada beberapa pengecualian yang diberikan oleh undang undang untuk anak dapat melakukan pekerjaan. Tentu dengan persyaratan yg ketat, sepanjang tidak menggangu Kesehatan fisik, mental dan sosial,” lanjut dia.
Kemudian terdapat pengecualian bagian dari kurikulum pendidikan atau pelatihan, kemudian untuk mengembangkan bakat dan minat serta persyaratan-persyaratan teknis lain saperti adanya izin tertulis dari orang tua/wali, perjanjian kerja, waktu kerja dan lainnya.
“Pada kenyataannya dijumpai pekerjaan-pekerjaan anak yang tidak sesuai dengan ketentuan-ketentuan,” tuturnya.
Melalui hal itu, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) melalui Kantor Wilayah (Kanwil) Kemenkumham Daerah Istimewa Yogyakarta menggelar Opini Kebijakan bertema Analisis Isu Kebijakan Tentang Pekerja Anak di Sektor Pariwisata.
“Tujuan diskusi daring Opini Kebijakan 2023 itu untuk memberikan analisis dan evaluasi terkait isu pekerja anak di sektor pariwisata,” tutur Kepala Kanwil Kemenkumham DIY, Agung Rektono Seto.
Tidak hanya itu saja, Opini Daring 2023 juga sebagai identifikasi destinasi wisata yang telah memenuhi indikator dampak sosial dalam penilaian pariwisata berkelanjutan untuk ditetapkan sebagai model percontohan aktifitas pariwisata yang ramah anak, mengkonsolidasikan pelaksanaan kebijakan pemenuhan dan perlindungan hak anak yang terlibat dalam aktivitas kepariwisataan di tingkat daerah, serta mensosialisasikan hasil analisis kebijakan badan penelitian hukum dan ham di kantor wilayah.
Plt. Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan Hak Asasi Manusia (Balitbangkumham), Iwan Kuniawan, berujar, pelaksanaan Opini Kebijakan atau Opini Daring 2023 merupakan Opini ketiga kalinya dilaksanakan.
“Kegiatan ini kami inisiasi untuk menjembatani antara pemangku kebijakan di lingkup pemerintah masyarakat dan para akademisi terhadap isu-isu aktual terkait bidang hukum yang sedang berkembang dan berbinaliter di negara kita ini,” papar dia.
Fokus pembahasan kali ini berupa isu kebijakan tentang pekerja anak di sektor pariwisata.
“Tentu ini akan menarik, bahwa kita kaji lebih mendalam. Di satu sisi, sektor pariwisata tentu sangat mendukung pertumbuhan ekonomi di negara kita. Apalagi saat ini kita sedang giat dan sangat bergairah untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi melalui sektor pariwisata,” terang Iwan.
“Tetapi, anak yang dilibatkan melalui sektor pariwisata ini tentu juga punya banyak persoalan. Mulai bagaimana definisikan anak, kemudian bagaimana peran anak seharusnya dalam membantu orang tua khususnya yang diarahkan untuk bekerja. Apakah ini tidak menghilangkan hak-hak anak, selaku hak dasarnya? Atau kah ada hal-hal lain barang kali dalam diskusi ini akan banyak dapat diubah?” Imbuhnya.
Sehingga, kehadiran Opini Kebijakan diharapkan menjadi forum di mana berdiskusi untuk membahas isu-isu aktual sekaligus dapat menyimpulkan beberapa hal yang barangkali dapat disepakati.
“Kami ingin juga menyampaikan informasi bahwa, opini kebijakan ini adalah opini kebijakan untuk 2023 dan akan bergulir terus dari provinsi ke provinsi setidaknya sampai Agustus yang akan datang,” tandasnya.