MATA INDONESIA, JAKARTA – Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Retno Listyarti menegaskan bahwa pandemi Covid-19 memicu anak putus sekolah karena terlalu lama belajar dari rumah. Selain itu, alasan lain karena ekonomi keluarga yang terdampak sehingga anak cenderung membantu ekonomi keluarga karena orang tua kehilangan pekerjaan.
“Saat KPAI melakukan pengawasan penyiapan buka sekolah di masa pandemi pada delapan provinsi, ternyata beberapa kepala sekolah menyampaikan bahwa ada peserta didiknya yang putus sekolah, karena beberapa sebab. Misalnya tidak memiliki alat daring, kalaupun punya tidak mampu membeli kuota internet. Sehingga anak-anak tersebut selama berbulan-bulan tidak mengikuti PJJ, dan akhirnya ada yang memutuskan bekerja dan menikah,” kata Retno, Rabu 17 Februari 2021.
Ia menegaskan bahwa mulai bulan Juni 2020 hingga Februari 2021, KPAI menerima pengaduan terkait pembayaran SPP masa pandemi Covid-19 khususnya di sekolah swasta. Kasus ini diselesaikan dengan mediasi melibatkan Dinas Pendidikan setempat dan pembina sekolah.
“Pengaduan mulai dari meminta pengurangan SPP karena adanya kebijakan Belajar Dari Rumah dan masalah tunggakan SPP, mulai dari tunggakan tiga bulan sampai 10 bulan. Pengaduan meliputi jenjang PAUD sampai SMA/SMK baik sekolah negeri maupun swasta, tetapi yang terbanyak sekolah swasta,” kata Retno.
Pengaduan terbesar berasal dari DKI Jakarta yaitu 45,2 persen, disusul Jawa Barat 22,58 persen dan Banten 9,67 persen. Meski demikian ia menegaskan bahwa DKI Jakarta masih mampu menyelsaikan karena memiliki Kartu Jakarta Pintar dan KJP Plus bagi anak dari keluarga tidak mampu.
Sementara itu, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menegaskan bahwa pendidikan jarak jauh (PJJ) juga menjadi penyebab putus sekolah bagi anak.
“Mulai dari ancaman putus sekolah, yang disebabkan anak terpaksa bekerja untuk membantu keuangan keluarga di tengah pandemi Covid-19,” kata Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah (PAUD Dikdasmen) Kemendikbud, Jumeri, Selasa 1 Desember 2020.
Ia juga menilai perbedaan akses dan kualitas selama pembelajaran jarak jauh semakin menciptakan kesenjangan karena setiap anak memiliki kondisi perekonomian yang berbeda-beda.