MATA INDONESIA, JAKARTA – Laporan terbaru dari Badan Pusat Statistik (BPS) memberikan kabar yang menggembirakan, surplus neraca perdagangan terus berlanjut pada Februari 2022.
Nilai ekspor Indonesia Februari 2022 mencapai USD 20,46 miliar atau naik 6,73 persen dari ekspor Januari 2022. Pada Februari 2021 nilai ekspor naik sebesar 34,14 persen.
Dari pencapaian kinerja dagang selama Februari itu dengan pendekatan kumulatif, nilai ekspor Indonesia Januari–Februari 2022 mencapai USD 39,64 miliar atau naik 29,75 persen dari periode yang sama pada 2021.
Bagaimana dengan nilai impornya? Masih dari laporan BPS. Nilai impor Indonesia sepanjang Februari 2022 mencapai USD16,64 miliar, turun 8,64 persen dari Januari 2022 atau naik 25,43 persen dari Februari 2021.
Artinya selama Januari-Februari 2022 tercatat terjadi surplus neraca perdagangan mencapai USD 4,79 miliar atau tertinggi dalam lima tahun belakangan.
Menurut pengakuan Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Margo Yuwono, nilai surplus secara kumulatif itu lebih baik dari tahun sebelumnya. “Secara kumulatif surplus kita sebesar USD 4,79 miliar. Kalau dari grafik sebelah kanan mulai 2017, 2018, 2019, 2020, dan 2021, surplus di Januari-Februari tahun ini lebih bagus dari tahun sebelumnya,” katanya.
Khusus Februari 2022, surplus neraca perdagangan mencapai USD 3,83 miliar. Kinerja ekspor pada Februari 2022 mencapai USD 20,46 miliar atau tumbuh 34,14 persen (year-on-year/yoy). Nilai impor Februari 2022 tercatat senilai USD 16,64 miliar atau tumbuh 25,43 persen (yoYy), sehingga terjadi surplus.
”Neraca perdagangan surplus USD3,83 miliar. Kalau kita lihat tren suplus ini terjadi 22 bulan secara beruntun,” ujarnya.
Margo berharap tren surplus neraca perdagangan terjaga di bulan berikutnya. Sehingga pemulihan ekonomi Indonesia bisa berlangsung lebih cepat.
Menurutnya, pencapaian surplus pada Februari 2022 masih berasal dari bahan bakar mineral dengan negara penyumbang terbesar adalah Amerika Serikat (AS), India, dan Filipina.
Dari laporan BPS itu, ternyata komoditas penyumbang suplus di AS berupa pakaian, asesoris, dan alas kaki. Untuk India, penyumbang utamanya adalah bahan bakar mineral. Khusus Filipina, komoditas penyumbang surplus adalah bahan bakar mineral serta kendaraan dan komponennya.
Bagaimana perdagangan dengan Tiongkok, sebagai pasar utama dunia? Menurut laporan lembaga itu, Indonesia ternyata mengalami defisit neraca perdangan pada Februari 2022.
Nilai lumayan mencapai USD 909,4 juta dengan penyumbang defisit adalah mesin dan peralatan mekanis dan bagiannya, serta mesin dan peralatan elektrik.
Posisi kedua untuk negara penyumbang defisit adalah Thailand dengan nilai USD 539,8 juta terutama komoditas gula, plastik dan barang dari plastik. Posisi ketiga dipegang Australia dengan defisit sebesar USD 403,6 juta terutama dari komoditas serelia dan bahan bakar mineral.
Pada kesempatan itu, Margo juga memberikan gambaran tren kinerja komoditas nonmigas. BPS menyatakan, nilai ekspor nonmigas pada Februari 2022 mencapai USD 19,47 miliar atau naik sebesar 6,55 persen secara month-to-month (mtm).
“Ekspor nonmigas tercatat naik dari Januari. Kalau saya bandingkan dengan Februari 2021, itu terjadi kenaikan sebesar 34,14 persen YtY,” ujar Margo.
Pada nonmigas, sektor yang berkontribusi besar dalam peningkatan ini adalah industri pengolahan dengan nilai USD 15,53 miliar. Kendati nilainya lebih rendah dari Januari 2022.
Artinya, industri benar-benar sudah berjalan dengan baik dan menyumbang gerak mesin ekonomi nasional. Kenaikan nilai ekspor dengan sektor pertambangan dan lainnya yang naik secara bulanan sebesar 65,82 persen.
Margo memaparkan bahwa komoditas batu bara menjadi pendorong tingginya ekspor. “Sektor pertambangan dan penggalian tumbuh tinggi di antaranya adalah komoditas batu bara, di mana Februari ini naik sebesar 139,96 persen,” katanya.
Sebaliknya, sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan justru turun jauh. Komoditas penyumbang turunnya sektor itu adalah kopi dan buah-buahan.
Sementara itu, Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Muhammad Arsjad Rasjid berharap bertumbuhnya ekspor nonmigas membuktikan pelaku usaha berusaha maksimal agar kinerja ekonomi berjalan sesuai dengan yang diharapkan.
“Harapannya adalah komoditas yang ada, salah satunya batu bara yang kita ekspor itu juga membantu untuk devisa masuk, itu juga meningkatkan konteks ekspornya kita,” jelas Arsjad.
Dia melanjutkan Kadin akan memacu ekspor produk nonmigas lainnya seperti mebel, hingga manufaktur. Menurutnya, pelaku industri akan terus menggenjot ekspor dengan memanfaatkan setiap peluang yang ada, meski di tengah situasi perang Rusia-Ukraina.
Dari laporan BPS itu juga memberikan gambaran adanya penurunan nilai impor hingga USD 16,64 miliar. Nilai itu ternyata berasal dari konsumsi, bahan baku/penolong, dan barang modal.
Terlepas dari itu, penurunan impor yang terjadi akibat dampak gelombang tiga pandemi Covid-19, terutama varian Omicron. Terus berkepanjanganya wabah pandemi bisa berpengaruh terhadap kinerja industri manufaktur.
Harapannya, tren neraca perdagangan selama periode Februari yang cukup bagus dan menciptakan surplus perdagangan diharapkan terus dijaga sehingga geliat sektor perdagangan memberikan gambaran roda perekonomian sudah berada pada jalurnya dan menuju kinerja yang lebih bagus lagi ke depannya.