MATA INDONESIA, JAKARTA – Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI menyetujui Rancangan Undang-Undang (RUU) Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2022 menjadi undang-undang. Pengesahan ini dilakukan usai rapat paripurna yang dipimpin oleh Ketua DPR Puan Maharani, Kamis 30 Septemvber 2021.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan pendapatan negara dalam APBN 2022 rencananya sebesar Rp 1.846,1 triliun. Sementara belanja negara sebesar Rp 2.714,2 triliun.
“Defisit APBN 2022 sebesar 4,85 persen terhadap PDB atau sebesar Rp 868,0 triliun,” katanya dalam rapat paripurna di Gedung DPR.
Ia menambahkan, pendapatan negara bersumber dari penerimaan perpajakan Rp 1.510 triliun dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Rp 335,6 triliun. Menurutnya, pemerintah telah mempertimbangkan berbagai faktor perekonomian.
“Seperti kondisi sektoral, iklim investasi, dan daya saing usaha dalam menakar basis perpajakan. Serta kapasitas masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakan. Di sisi lain, kontribusi PNBP terhadap APBN akan terus optimal dengan pengelolaan yang semakin membaik,” ujarnya.
Pandemi dan Pemulihan Ekonomi
Adapun belanja negara melalui belanja pemerintah pusat Rp1.944,5 triliun serta transfer ke daerah dan dana desa Rp769,6 triliun. Belanja tersebut untuk penanganan pandemi dan pemulihan ekonomi.
“Berbagai program penanganan pandemi covid-19 dan pemulihan perekonomian masih akan berlanjut agar dapat menstimulasi perekonomian, sehingga target penyelesaian program-program prioritas nasional dapat tetap tercapai,” katanya.
Ketua Banggar, Said Abdullah mengatakan pendapatan negara meningkat seiring perubahan kenaikan terjadi pada penerimaan perpajakan dari usulan pemerintah Rp 1.506,9 triliun menjadi Rp 1.510 triliun atau meningkat sebesar Rp 3,08 triliun.
Selain itu perubahan juga pada target PNBP dari semula usulan pemerintah Rp 333,16 triliun menjadi Rp 335,56 triliun atau meningkat Rp 2,39 triliun.
“Momentum revisi Undang-Undang Ketentuan Umum Perpajakan (KUP) pada pengambilan keputusan Tingkat I antara Komisi XI DPR RI dengan Pemerintah menjadi sebuah penetapan 13 Undang-Undang. Dan hal ini menjadi bekal reformasi sektor perpajakan bagi pemerintah. Agar postur perpajakan kita bisa lebih adaptif dan kompatibel dengan sistem perekonomian nasional,” katanya.
Ia berharap kebijakan reformasi pepajakan yang meliputi aspek administratif maupun aspek kebijakan akan mampu menghilangkan barrier penerimaan pajak selama ini. Melalui perluasan basis pajak, peningkatan kepatuhan, serta perbaikan tata kelola dan administrasi perpajakan. Akan memberikan dampak terhadap peningkatkan rasio perpajakan (Tax Ratio).