MINEWS, JAKARTA-Pantai Syariah Pulau Santen Banyuwangi mendadak viral di media sosial. Bukan karena keindahannya, namun obyek wisata ini disebut sebagai Arabisasi.
Pantai Syariah Pulau Santen di Banyuwangi disebut pantai yang tak ramah dengan wisatawan. Sebab di pantai ini ada pemisahan antara pengunjung laki-laki dan perempuan. Bahkan juga muncul meme yang menggambarkan Pantai Pulau Santen adalah pantai yang cocok untuk LGBT.
Viralnya tuduhan ini diluncurkan oleh salah satu netizen bernama Kajitow Elkayeni, jika terjadi adanya Arabisasi dalam konsep pariwisata di Banyuwangi. Statemen tersebut dilontarkannya dalam tulisan bertajuk “Di Tanah Hindu Banyuwangi Itu, Arabisasi Dipaksakan Tumbuh”.
Dalam tulisan itu dipaparkan pantai Pulau Santen yang berkonsep wisata halal telah bergeser menjadi pengkultusan agama dan kelompok tertentu. Tak hanya itu, dirinya menilai adanya penjajahan model baru itu masuk lewat pariwisata, melalui doktrin syariahnya.
“Pantai Santen mulai diarabkan. Pengunjung dipisahkan berdasarkan jenis kelaminnya. Percontohan itu dianggap sukses. Tempat-tempat lain menunggu pencaplokan. Untuk segera diarabkan,” ujarnya dalam tulisan yang diunggah pada 27 Juni 2019.
Terkait dengan tuduhan viral di media sosial soal Arabisasi, langsung ditanggapi oleh Pemkab Banyuwangi. Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayan Banyuwangi, MY Bramuda menegaskan bahwa itu tulisan itu tidak benar dan cenderung ngawur.
Menurutnya, ada pasar wisatawan perempuan yang ingin berwisata pantai tanpa campur dengan pria. Segmen pasar seperti itu ada, meskipun ceruknya tidak banyak, tapi ada dan harus dilayani.
“Sebagai destinasi, kita mencoba menangkap potensi itu. Jadi ini murni soal pasar, sama seperti di Timur Tengah, Jepang, Thailand, Korea juga ada segmen-segmen leisure semacam itu dan dikembangkan secara profesional. Semuanya bicara segmentasi pasar, tidak ada tendensi agama, suku, apalagi Arabisasi,” ujarnya.
Dia menjelaskan, di antara ratusan kilometer panjang pantai di Banyuwangi yang mencapai 177 km, pantai dengan konsep halal tourism yang digagas ini panjang pantainya hanya 750 meter (3/4 km) saja. Tidak sampai 1 km.
“Jadi itu menegaskan soal urusan pasar semata, di mana Banyuwangi menyediakan pilihan. Jadi ini bukan soal maksiat atau tidak maksiat, bukan soal SARA, bukan Arabisasi,” tegasnya.
Setiap pasar yang potensial, harus digarap dengan baik, dikembangkan, dipromosikan dengan baik juga. Segmentasi itu kan banyak, karena yang dijaring juga semakin banyak. Bramuda menerangkan, pantai tersebut bertempat di tanah milik TNI AD, saat ini sedang ditata ulang bareng TNI AD. Pengelolaannya ke depan akan tetap melibatkan pokmas setempat, dan menjadi pantai yang halal friendly tourism, atau family friendly.