MATA INDONESIA, WAMENA – Bermula dari tiga orang tak dikenal membakar rumah tradisional Papua atau honai kosong di Kampung Meagama, Distrik Hubikosy, 16 orang terluka akibat panah sejak Rabu 9 September 2020 hingga Jumat 11 September 2020.
Pembakaran honai itu ternyata memicu perang antarkampung Meagama dan Wukahilapok di Distrik Pelebaga.
Pada Rabu lalu, lima orang terluka akibat anak panah yang dilepaskan selama ‘perang’ tersebut.
Lalu, Kamis 10 September 2020 ada tambahan korban juga akibat luka anak panah sehingga menjadi 11 orang. Sedangkan Jumat ada tambahan lagi lima orang, sehingga jumlah seluruh korban anak panah 16 orang.
Kapolres Jayawijaya AKBP Dominggus Rumaropen di Wamena, Ibu Kota Kabupaten Jayawijaya, Sabtu 12 September 2020 menegaskan sebagian warga yang terkena anak panah di rawat di kampung masing-masing,
Sebab, keluarga mereka tidak mau korban dirawat di rumah sakit dan memaksa membawa pulang ke kampung masing-masing.
Sementara itu, personel kepolisian harus melerai dua kelompok yang berperang ini dengan mengeluarkan tembakan peringatan, termasuk terus menyampaikan imbauan untuk menghentikan perang.
Pada Sabtu 12 September 2020 ini, Kapolres telah menempatkan bendera merah putih sebagai batas agar kedua kelompok tidak melewati batas dan bertemu, sedangkan anggota kepolisian terus berjaga di sana.
Namun, tampaknya perang antarkampung masih bisa terjadi karena ada satu kelompok warga tidak mempedulikan keberadaan polisi. Mereka seperti tetap ingin kekacauan dengan membekali diri menggunakan senjata tajam tradisional, termasuk panah, parang dan tombak.