Deface, Spoofing dan Peretasan Website Pemerintahan

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA – Deface, spoofing dan peretasan website pemerintahan bukan merupakan fenomena asing yang terjadi di tengah publik. Insiden ini kerap terjadi dan umumnya berbentuk penyampaian sebuah pesan.

Hal ini dikemukakan oleh Direktur Ekonomi Digital Ditjen Aptika Kementerian Komunikasi dan Informatika, Teguh Arifiyadi di dalam acara Cyberworld yang akan tayang segera di Mata Milenial Indonesia TV.

Fenomena deface atau teknik peretasan yang memanipulasi tampilan pada website tidak bisa dianggap remeh. Bahkan, efeknya sudah menyasar pemerintah dengan tujuan yang berbeda-beda. Mulai dari motif untuk menjatuhkan reputasi pemerintah hingga menunjukkan eksistensinya.

Pelakunya pun bisa berasal dari berbagai macam latar belakang yaitu meliputi individu hingga kelompok yang tergabung dengan organisasi kejahatan. Khusus untuk institusi pemerintahan, umumnya bertujuan untuk menyampaikan sebuah pesan, sementara bagi sektor swasta motifnya lebih berorientasi pada ekonomi.

Maka, Teguh menekankan bahwa perlu adanya penguatan strategi untuk mengantisipasi hal tersebut. Ia juga mendukung jika dalam proses tersebut melibatkan pihak lain seperti swasta dan masyarakat.

Selain itu, Teguh juga akan menjelaskan alasan website pemerintah kerap menjadi korban peretasan dan apa sanksi yang akan diterima pelaku baik di dalam negeri maupun luar negeri.

Lalu apakah fenomena peretasan website pemerintah ini juga ada hubungannya dengan Cyber Espionage? Saksikan selengkapnya di program Cyberworld di Mata Milenial Indonesia TV.

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

MK Hapus Presidential Threshold 20%, DEMA UIN Sunan Kalijaga: Hak Politik dan Kedaulatan Rakyat Telah Kembali

Mata Indonesia, Yogyakarta - Dewan Eksekutif Mahasiswa (DEMA) UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta merespon langkah Mahkamah Konstitusi yang telah mengabulkan gugatan yang diajukan oleh Enika Maya Oktavia, Enika Maya Oktavia, Faisal Nasirul Haq, dan Tsalis Khoriul Fatna. Mereka seluruhnya adalah mahasiswa sekaligus anggota Komunitas Pemerhati Konstitusi (KPK) Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
- Advertisement -

Baca berita yang ini