Cihuy! Warga yang sudah Divaksinasi Diberikan Uang Tunai Rp 500 ribu

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA-Masyarakat di beberapa negara masih sulit untuk divaksinasi bahkan membuat gerakan penolakan. Nah, agar warganya mau, mereka memberikan iming-iming salah satunya seperti yang dilakukan negara Ukraina.

Sang presiden Volodymyr Zelenskiy bagi semua warga Ukraina yang divaksinasi terhadap covid-19 akan menerima pembayaran 1.000 hryvnia (Rp 500 ribu).

Ukraina memiliki salah satu tingkat vaksinasi terendah di Eropa dan bergulat dengan frase terburuk dari pandemi, dengan kematian mencapai rekor harian baru 833 minggu lalu. Demikian seperti dikutip dari laman Channel News Asia, Selasa 16 November 2021.

Terkait vaksin covid-19, Ukraina menghadapi masalah besar yakni beredarnya sertifikat palsu vaksin.

Walaupun berbagai vaksin Covid-19 sudah tersedia di Ukraina, tetapi upaya vaksinasi mendapat perlawanan kuat dari gerakan anti-vaksinasi. Para anti-vaksin juga secara aktif didorong hoaks dari Rusia.

Layanan Keamanan Ukraina baru-baru ini mengidentifikasi dan menutup lima ribu akun palsu terkait Rusia yang digunakan untuk menyebarkan teori anti-vaksin ke pengguna Facebook Ukraina.

Adanya hal ini membuat banyak orang berspekulasi bahwa disinformasi anti-vaksinasi sekarang menjadi bagian dari perang hibrida yang sedang berlangsung antara Moskow melawan Ukraina.

Ketika pemerintah Ukraina memperkenalkan langkah-langkah yang lebih ketat untuk memerangi penyebaran Covid-19 dan membatasi akses bagi yang belum divaksinasi, pasar gelap yang berkembang dalam sertifikat vaksinasi Covid-19 palsu telah muncul. Dokumen palsu vaksin ini dibanderol dengan harga rata-rata hanya 75 Dolar AS.

Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS pernah menetapkan Ukraina sebagai tujuan perjalanan berisiko sangat tinggi, diikuti dengan jumlah kasus covid-19 yang tinggi di negara Eropa Timur.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Sistem Kontrak Kerja jadi Masalah Generasi Muda, GMNI Singgung Keadilan Ketenagakerjaan di Indonesia

Sistem Kontrak Kerja jadi Masalah Generasi Muda, GMNI Singgung Keadilan Ketenagakerjaan di Indonesia Kondisi ketenagakerjaan saat ini menghadirkan berbagai tantangan signifikan yang berdampak pada kesejahteraan pekerja, terutama dalam menghadapi ketidakpastian kerja dan fenomena fleksibilitas yang eksploitatif atau dikenal sebagai flexploitation. Sistem kontrak sementara kerap menjadi salah satu akar permasalahan, karena tidak menjamin kesinambungan pekerjaan. Situasi ini semakin diperburuk oleh rendahnya tingkat upah, yang sering berada di bawah standar kehidupan layak, serta minimnya kenaikan gaji yang menambah beban para pekerja. Selain itu, kurangnya perlindungan sosial, seperti jaminan kesehatan yang tidak memadai, serta lemahnya penegakan hukum memperkuat kondisi precarization atau suatu kerentanan struktural yang terus dialami oleh pekerja. Di sisi lain, keterbatasan sumber daya negara juga menjadi penghambat dalam mendorong pertumbuhan sektor ekonomi kreatif yang potensial, di mana banyak pekerja terjebak dalam tekanan produktivitas tanpa disertai perlindungan hak yang memadai. Dalam konteks ini, generasi muda, termasuk kader-kader Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), menjadi kelompok yang paling rentan terhadap dinamika pasar kerja yang semakin eksploitatif. Generasi ini kerap menghadapi kontradiksi antara ekspektasi tinggi terhadap produktivitas dan inovasi dengan realitas kerja yang penuh ketidakpastian. Banyak dari mereka terjebak dalam sistem kerja fleksibel yang eksploitatif, seperti tuntutan kerja tanpa batas waktu dan kontrak sementara tanpa jaminan sosial yang memadai. Akibatnya, kondisi precarization semakin mengakar. Bagi kader GMNI, yang memiliki semangat juang dan idealisme tinggi untuk memperjuangkan keadilan sosial, situasi ini menjadi ironi. Di satu sisi, mereka harus tetap produktif meskipun kondisi kerja tidak mendukung, sementara di sisi lain mereka memikul tanggung jawab moral untuk terus memperjuangkan aspirasi kolektif para pekerja. Kondisi ini tidak hanya memengaruhi kesejahteraan individu, tetapi juga dapat mengikis potensi intelektual, semangat juang, serta daya transformasi generasi muda dalam menciptakan struktur sosial yang lebih adil. Oleh karena itu, peran negara menjadi sangat penting untuk merumuskan kebijakan yang konkret dan menyeluruh. Kebijakan ini harus memastikan pemenuhan hak-hak dasar pekerja, termasuk perlindungan sosial yang layak, serta penegakan regulasi yang konsisten untuk mengurangi ketimpangan dan menghentikan eksploitasi dalam sistem kerja fleksibel. Tanpa langkah nyata tersebut, ketimpangan struktural di pasar tenaga kerja akan terus menjadi ancaman bagi masa depan generasi muda dan stabilitas tatanan sosial secara keseluruhan.
- Advertisement -

Baca berita yang ini