Catat Ya, Pemerintah Tak Pakai Dana Haji untuk Perkuat Rupiah

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA – Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menepis isu-isu miring yang menuduh pemerintah memakai dana haji sebesar 600 juta dolar AS untuk memperkuat nilai tukar rupiah.

Perry menegaskan, dana tersebut menjadi kewenangan Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) untuk penempatannya, baik dalam bentuk rupiah atau valuta asing.

“Pemberitaannya tidak benar bahwa kemudian BPKH akan menggunakan dana haji, yang karena hajinya tidak jadi, untuk perkuat nilai tukar rupiah,” kata Perry di Jakarta, Jumat 5 Juni 2020.

“Wajar kalau misalnya suku bunga valas rendah, rupiah menguat, ada pergeseran yang semula dananya di valas ke rupiah. Itu keputusan internal dan mutlak BPKH,” ujarnya.

 

Jika mekanisme dana itu masuk ke pasar seperti yang selama ini dilakukan pelaku pasar seperti perbankan, eksportir, importir, korporasi dan termasuk BPKH, maka ada komunikasi antara BI dengan pelaku pasar tersebut agar berjalan kondusif.

“Kalau berkaitan dengan bagaimana stabilitas rupiah, itu wewenang BI. Kami selalu komunikasi dengan pelaku pasar, bisa bank, eksportir, importir, bahkan BPKH. BI kewenangannya menjaga supaya mekanisme valas berjalan baik, kurs stabil dan menguat,” katanya.

Sementara itu, BPKH dalam lamannya menyebutkan dana haji itu tersimpan di rekening BPKH dan jika tidak digunakan untuk penyelenggaraan ibadah haji akan dikonversi ke rupiah dan tetap akan tersedia dalam rekening yang digunakan menunjang penyelenggaraan ibadah haji.

Kepala BPKH Anggito Abimayu juga mengatakan seluruh dana kelolaan jamaah haji senilai lebih dari Rp 135 triliun per Mei 2020 dalam bentuk rupiah dan valuta asing dikelola profesional pada instrumen syariah yang aman dan likuid.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Pencegahan TPPO di Jogja Diperkuat, Gugus Tugas Dibentuk Kurangi Kasus

Mata Indonesia, Yogyakarta - Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) semakin menjadi perhatian serius di Indonesia, termasuk di Kota Yogyakarta. Korban TPPO seringkali berasal dari kalangan Pekerja Migran Indonesia (PMI), yang terjerat dalam kasus perdagangan manusia akibat berbagai faktor risiko.
- Advertisement -

Baca berita yang ini