Jakarta – Dalam upaya mempercepat peningkatan ekonomi nasional, Business Matching terbukti menjadi salah satu kunci penguatan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Melalui kegiatan ini, UMKM diberi kesempatan untuk berkolaborasi dengan berbagai pihak, mulai dari perusahaan besar, investor, hingga lembaga keuangan. Hal ini membuka peluang baru bagi UMKM untuk berkembang lebih pesat di pasar lokal maupun global.
Wakil Menteri Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (Wamen UMKM), Helvi Moraza, mengatakan business matching dapat menjadi katalisator penting dalam mendorong sinergi lintas sektor untuk penguatan UMKM.
“Melalui sinergi ini, kita dapat mempercepat pertumbuhan UMKM sekaligus memastikan mereka siap bersaing di pasar internasional,” kata Helvi.
UMKM selama ini menjadi tulang punggung ekonomi nasional. Kontribusinya terhadap PDB sebesar 60,5 persen dengan serapan tenaga kerja hingga 96,9 persen. Namun, partisipasi UMKM masih rendah dalam Rantai Pasok Global.
“UMKM kita belum cukup kompetitif untuk menembus pasar global. Di sisi lain, mayoritas UMKM juga masih belum terhubung ke rantai pasok industri,” lanjut Helvi.
Sementara untuk mendorong UMKM meluaskan pasar ke luar negeri, Kementerian UMKM berkolaborasi dengan Kementerian Perdagangan merancang program UMKM Bisa Ekspor. Menurut Helvi, kolaborasi lintas sektor menjadi kunci untuk membuka peluang yang lebih luas, termasuk akses pasar, pendampingan, pelatihan, dan adopsi teknologi.
“Kementerian UMKM juga terus berupaya membantu UMKM naik kelas dengan program Inabuyer untuk menghubungkan UMKM dengan korporasi besar dan BUMN, serta program kampus UMKM guna mendorong UMKM untuk go digital, go export, dan go standard,” ucap Helvi.
Sementara itu, Menteri Perdagangan (Mendag), Budi Santoso, menyampaikan Kemendag memastikan mulai Januari 2025 akan ada business matching bagi UMKM. Kegiatan yang rencananya akan dilakukan rutin ini nantinya mempertemukan pelaku UMKM dengan calon mitra atau pembeli untuk bekerja sama, sehingga terjadi kegiatan ekspor produk UMKM.
“Kita sesuaikan, misalnya UMKM binaan bank tertentu kapan bisa business matching untuk produk tertentu ke India (contohnya). Nah, nanti Atase Perdagangan (Atdag) dan Indonesian Trade Promotion Center (ITPC) kita yang di India akan mendengarkan presentasi produk UMKM. Kemudian Atdag dan ITPC akan mencarikan buyer,” ungkap Budi.
Budi menilai, kegiatan business matching tersebut harus rutin dilakukan, setidaknya dua kali oleh masing-masing perwakilan Atdag dan ITPC. Sehingga diharapkan ekspor produk UMKM bisa meningkat, begitu juga kinerja Atdag dan ITPC bisa optimal dalam mempromosikan produk UMKM Indonesia.
“Paling tidak, satu perwakilan (atdag atau ITPC) dua kali. Jangan terlalu banyak business matching, nanti tidak bisa kerja,” kata Budi.
Melalui kolaborasi yang terjalin dalam business matching, UMKM memiliki peluang yang lebih besar untuk mencapai potensi maksimal mereka. Ini merupakan langkah konkret dalam menciptakan ekosistem ekonomi yang lebih kuat dan dapat memberikan manfaat langsung bagi masyarakat Indonesia.
Baca Juga