Buka Bersama Nggak Dilarang, Tapi Jangan Ngobrol saat Makan

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA – Satgas penanganan Covid-19 memperbolehkan masyarakat menggelar buka puasa bersama atau bukber dengan menerapkan prokes ketat, salah satunya tidak mengobrol saat makan.

Juru bicara Satgas Covid-19, Wiku Adisasmito mengatakan, momen bukber saat bulan Ramada sudah dirindukan masyarakat sejak pandemi. Untuk tahun ini, tidak ada larangan melakukan bukber asalkan dengan prokes ketat.

“Kalau buka puasa bersama ya sebaiknya dijaga jarak yang cukup dan tidak usah berbicara pada saat ketika kita makan, prinsip kebersihan cuci tangan sebelum tangan supaya kita bersih dan sehat,” ujarnya.

Selain itu, salat tarawih juga diperbolehkan di masjid mengikuti level PPKM di daerah masing-masing. Sama seperti bukber, penerapan prokes ketat perlu dilakukan selama beribadah.

“Selama kita beribadah di masjid, pastikan masjidnya tidak terlalu penuh, dan terlalu lama di masjid sehingga potensi penularannya menjadi besar,” katanya.

“Caranya ventilasi masjidnya dibuka lebih baik dan tidak terlalu lama di dalam masjid, interaksi berbicara juga relatif terbatas, yang tidak berbicara menggunakan masker saja,” ucapnya.

“Masyarakat kan kalau ditanya levelnya apa mungkin mereka tidak begitu paham, nah ini tugasnya pemerintah daerah, bukan hanya menyampaikan levelnya, tapi apa yang harus dilakukan,” ungkapnya.

1 KOMENTAR

  1. Ini judulnya baru bener, “boleh bukber, tapi dilarang ngobrol”, gak kayak kebanyakan media yang ngasih judul “boleh bukber tapi dilarang ngobrol”. Menghilangkan kata “saat makan” aja udah menimbulkan perbedaan arti. Sama aja kayak kalimat “makan PAKAI sendok” dan “makan sendok”.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Dekan Adab UINSA dicopot, SEMA PTKIN angkat bicara

Mata Indonesia, Surabaya – Senat Mahasiswa (SEMA) Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN) se-Indonesia turut merespon terkait dengan pencopotan Dekan Fakultas Adab dan Humaniora Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Ampel Surabaya yang dinilai sepihak dan tanpa proses yang jelas. Pencopotan yang dilakukan oleh Rektor UIN Surabaya, Prof Akhmad Muzakki, memicu reaksi keras dari berbagai pihak, termasuk mahasiswa dan civitas akademika UIN Surabaya.
- Advertisement -

Baca berita yang ini