Buffon Bicara Sisi Positif dan Negatif Pandemi Covid-19

Baca Juga

MATA INDONESIA, TURIN – Kiper Juventus, Gianluigi Buffon mengatakan, ada sisi positif dan negatif di balik pandemi Covid-19. Tapi, lebih banyak sisi negatif.

Covid-19 mulai menyerang negara lain di luar China sekitar Februari. Italia menjadi salah satu negara Eropa yang paling parah terdampak dengan banyaknya kasus dan meninggal dunia.

Beberapa negara menerapkan aturan lockdown untuk menekan penyebaran Covid-19, termasuk Italia. Pergerakan dibatasi dan tidak diperkenankan keluar selain untuk memenuhi kebutuhan atau sakit.

Bagi Buffon, ada sisi positif dan negatif di balik pandemi Covid-19. Salah satu sisi positifnya adalah, dia memiliki banyak waktu berkumpul dengan keluarga di rumah. Apalagi di bulan Maret kompetisi Serie A sempat dihentikan sementara.

“Saya harus jujur, bagi saya di bulan pertama lockdown rasanya indah. Pertama, pandemi membuat saya punya waktu lebih banyak dengan keluarga. Ini adalah hal yang sangat langka sepanjang karier,” ujar Buffon, dikutip dari Football Italia, Rabu 3 Maret 2021.

“Saya bisa menghabiskan waktu bersama dengan istri dan anak-anak sepanjang hari. Saya bisa melakukan hobi seperti membaca dan hal lainnya. Benar-benar hal indah yang tak pernah saya bayangkan bisa mendapatkannya dan saya benar-benar memanfaatkannya,” katanya.

Setelah melewati bulan pertama, penyebaran Covid-19 makin masif. Buffon menyebut, hari-hari yang dijalani tak lagi seindah di awal-awal lockdown.

“Kemudian, tentu saja, seiring berjalannya waktu, rasanya semakin berat. Anda terus berpikir dan berpikir tentang apa yang dijalani serta dirasakan orang lain,” ungkapnya.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Menolak Indonesia Gelap, Program Asta Cita Wujudkan Indonesia Terang

Oleh : Andika Pratama Narasi “Indonesia Gelap” yang belakangan ini digaungkan di ruang publik bukan hanya tidakberdasar, tetapi juga berpotensi merusak optimisme nasional. Sebuah bangsa yang sedangtumbuh dan terus berbenah membutuhkan energi positif serta kritik yang membangun, bukanagitasi yang memecah belah. Menyebarkan pesimisme dengan membingkai kondisi Indonesia sebagai negara yang sedang terpuruk tidak mencerminkan realitas di lapangan dan hanyaakan menciptakan kekacauan psikologis di tengah masyarakat. Secara faktual, Indonesia masih menunjukkan kemajuan yang berarti di berbagai sektor. Stabilitas ekonomi tetap terjaga, daya beli masyarakat tidak mengalami penurunan signifikan, dan geliat aktivitas sosial maupun ekonomi terus berlangsung normal. Kehidupan demokrasijuga tetap berjalan, terbukti dari tahapan-tahapan politik seperti Pemilu 2024 yang berlangsung damai dan partisipatif. Oleh karena itu, narasi tentang “Indonesia Gelap” sejatinya lebih tepat disebut sebagai propaganda ketimbang kritik substantif. aksi-aksi tersebut lebih bersifat provokatif dibandingkan sebagai upaya mencerahkan ruangdiskusi publik. Apalagi, jika narasi tersebut digerakkan tanpa data yang memadai dan hanyabertujuan menciptakan kegaduhan. Lebih dari itu, sejumlah tokoh nasional juga mencermatibahwa gerakan semacam ini kerap ditunggangi oleh kepentingan asing yang tidak inginIndonesia tumbuh sebagai negara kuat dan mandiri. Ketua Umum GP Ansor, Addin Jauharudin, mengingatkan bahwa agenda-agenda besar seperti hilirisasi sumber daya alamdan kemandirian ekonomi sering kali menjadi ancaman bagi kekuatan global yang selama inidiuntungkan dari ketergantungan Indonesia. Dalam konteks ini, narasi “Indonesia Gelap” bisadibaca sebagai bagian dari upaya merusak kepercayaan publik terhadap arah pembangunannasional. Penting untuk disadari bahwa Indonesia saat ini sedang berada pada momentum strategismenuju Indonesia Emas 2045. Pemerintahan Prabowo Subianto dan Gibran RakabumingRaka membawa visi besar untuk mewujudkan cita-cita kemerdekaan secara lebih konkretmelalui delapan misi strategis yang terangkum dalam Asta Cita. Delapan pilar tersebutmencakup berbagai dimensi kehidupan bangsa, dari penguatan ideologi hinggapemberantasan korupsi, dari kemandirian pangan hingga toleransi antarumat beragama. Asta Cita bukan sekadar dokumen politik, melainkan panduan pembangunan nasional yang komprehensif. Misi ini dirancang untuk menjawab tantangan nyata bangsa, sekaligusmerespons kebutuhan masyarakat dari desa hingga kota. Di dalamnya terdapat semangatkeberlanjutan, pemerataan, dan partisipasi rakyat secara aktif dalam pembangunan. Visi initidak bisa dijalankan hanya oleh pemerintah semata, melainkan harus mendapat dukungankolektif dari seluruh komponen bangsa. Dukungan ini mulai menguat dari berbagai kalangan, salah satunya dari Aliansi JurnalisHukum (AJH). Organisasi ini menyerukan agar masyarakat meninggalkan perbedaan politikpascapemilu dan bersatu mendukung pemerintahan baru. Ketua Umum DPP AJH, Dofuzogamo Gaho, mengajak semua elemen masyarakat, terutama intelektual, aktivis, danprofesional, untuk berperan aktif dalam memastikan terlaksananya Asta Cita secara optimal. Ia menekankan pentingnya menjaga persatuan dan menolak adu domba dari kekuatan luaryang ingin menggagalkan cita-cita kebangkitan Indonesia. Dalam momentum 27 tahun reformasi, refleksi terhadap capaian dan kekurangannya jugamenjadi penting. AJH menyoroti bahwa masih terdapat tantangan besar dalam upayamewujudkan keadilan sosial, reformasi birokrasi, dan pemberantasan korupsi. Namun, semangat reformasi tidak boleh padam. Justru di era Prabowo-Gibran, harapan untukmembenahi kelemahan-kelemahan reformasi kembali terbuka lebar. Pemerintahan barumembawa komitmen untuk bekerja cepat, serius, dan tepat sasaran dalam mengatasi berbagaiproblem nasional. Pemerintah pun menegaskan bahwa pembangunan ke depan tidak akan hanya berfokus padapertumbuhan ekonomi, tetapi juga pemerataan hasil pembangunan. Program membangun daridesa, hilirisasi industri, serta penguatan kualitas sumber daya manusia melalui pendidikandan kesehatan menjadi inti dari kerja nyata yang diharapkan rakyat. Semua ini terangkumdalam Asta Cita, yang menjadi kompas arah pembangunan nasional jangka panjang. Masyarakat harus lebih cermat dalam menyikapi setiap narasi yang tersebar, terutama di era digital saat ini. Disinformasi dan agitasi dengan kemasan populis bisa membelokkanpemahaman publik terhadap arah kebijakan negara. Oleh karena itu, peran media massa dantokoh masyarakat sangat strategis untuk mengedukasi publik dan memperkuat optimismebangsa. Membangun Indonesia yang adil, makmur, dan berdaulat bukanlah pekerjaan singkat. Iniadalah kerja generasi, kerja yang membutuhkan sinergi antara negara dan rakyatnya. Semuapihak perlu menyadari bahwa pesimisme kolektif hanya akan memperlambat kemajuan. Sebaliknya, dengan mendukung agenda nasional secara rasional dan partisipatif, cita-citaIndonesia Emas 2045 bukanlah ilusi, melainkan tujuan yang sangat mungkin diraih. Oleh karena itu, narasi “Indonesia Gelap” harus dilawan dengan data, prestasi, dan kerjanyata. Bangsa ini tidak sedang menuju kegelapan, melainkan sedang menapaki jalan panjangpenuh harapan. Dengan menjadikan Asta Cita sebagai panduan pembangunan nasional, Indonesia akan terus bergerak menuju masa depan yang lebih terang, kuat, dan bermartabat di mata dunia. *Penulis adalah Pengamat dari Kajian Stategis Indonesia...
- Advertisement -

Baca berita yang ini