MATA INDONESIA, JAKARTA – Badan Pusat Statistik memberikan dukungan penuh dalam Studi Kualitas Air Minum Rumah Tangga (SKAM-RT) 2020 di Indonesia.
Badan Pusat Statistik memberikan dukungan penuh dalam Studi Kualitas Air Minum Rumah Tangga (SKAM-RT) 2020. Direktur Pengembangan Metodologi Sensus dan Survei, Sarpono, menjelaskan telah melakukan proses pemilihan serta sampling dan survey untuk menembus target SKAM-RT. Menurutnya, bila menyusun perencanaan dengan tidak matang maka sama saja seperti merencanakan kegagalan.
“Jadi dari Direktorat Pengembangan Metodologi Sensus dan Survei, memberikan dukungan sepenuhnya dari sisi metodologi di antaranya adalah mengenai penyusunan desain sampling dan kerangka sampelnya, jadi dari hasil sensus penduduk kita memiliki frame yang bisa dimanfaatkan untuk survei kegiatannya,” katanya, Kamis 1 April 2021.
Sarpono menambahkan, jumlah estimasi level nasional mencapai 25.000 sampel rumah tangga. Menurutnya, ini merupakan output yang cukup baik. Selain menyusun metodologi, Badan Pusat Statistik juga menyiapkan aspek lapangan seperti blok sensus, jumlah rumah tangga per blok sensus, dan menyiapkan aspek lapangan lainnya.
Kepala Puslitbang, Upaya Kesehatan Masyarakat, Kemenkes, Doddy Izwardy mengatakan, sampling yang didapat untuk mengejar peningkatan kualitas air minum itu merupakan goal standard.
Akses air rumah tangga layak adalah 93 persen, 97,8 persen di kota, dan 87,1 di pedesaan yang aman hanya sebanyak 11,0 persen. Ini harus layak dan aman, kalau melihat keterjangkauan air di rumah sebanyak 40,2 persen, kawasan dalam pagar rumah 21 persen, dan di luar kawasan rumah 38,8 persen. Jadi kalau dilihat dari analisa dengan para pakar ketersediaan sarana air keperluan minum ada 95,8 persen, ini merupakan angka survei regional.
“Air isi ulang ini memiliki 31,1 persen. Research yang baru kami lakukan juga di tahun 2020 itu studi determinan status gizi hampir nggak jauh beda angkanya, jadi blok sensus yang dibangun BPS itu luar biasa jadi punya keuntungan untuk mengintegrasikan melihat dimensi sosial ekonominya,” ungkap Doddy.
Doddy menambahkan, air isi ulang memiliki risiko pada kerusakan kemasan ditambah distribusi yang panjang sampai ke tempat penjualan, penggunaan air isi ulang di perkotaan mencapai 16 persen. Tidak hanya konsen pada kualitas dan kecukupan air minum namun kualitas perlu diperhatikan karena akan berpengaruh pada kesehatan dan pertumbuhan anak.
“Jadi di dalam program ini tidak bisa one fit for all karena air minum ini vital. Air ini sebenarnya zat gizi cuma tak bisa dikendalikan besar. Isi ulang lebih banyak di Papua, ya ini yang harus dijaga kualitasnya. NTT (Nusa Tenggara Timur) stunting nomor 1 di Indonesia, jadi ada korelasi air bersih sanitasi dengan kesehatan,” katanya.