MATA INDONESIA, WASHINGTON – Presiden Amerika Serikat (AS), Joe Biden memastikan akan menekan Presiden Rusia, Vladimir Putin untuk menghormati hak asasi manusia. Kedua pemimpin negara tersebut dilaporkan akan bertatap muka di Jenewa, Swiss pada Juni.
“Saya akan bertemu dengan Presiden Putin dalam beberapa pekan di Jenewa untuk menjelaskan bahwa kami tidak akan, kami tidak akan diam dan membiarkan dia menyalahgunakan hak-hak itu,” kata Presiden Biden dalam pidatonya melansir Reuters, Senin, 31 Mei 2021.
Gedung Putih mengatakan pada Jumat (28/5) bahwa pihaknya berencana untuk melanjutkan KTT antara kedua pemimpin setelah Microsoft menandai serangan dunia maya terhadap lembaga pemerintah AS oleh Nobelium – kelompok di balik peretasan SolarWind tahun lalu yang berasal dari Rusia.
Dalam pertemuan yang diagendakan tanggal 16 Juni, Gedung Putih mengatakan bahwa Presiden Biden dan Presiden Putin akan membahas berbagai masalah yang bertujuan memulihkan prediktabilitas dab stabilitas dalam hubungan Washington – Moskow.
“Presiden Amerika Serikat tidak takut untuk melawan musuh dan menggunakan momen diplomasi langsung untuk menyampaikan bidang-bidang yang menjadi perhatiannya dan mencari peluang untuk bekerja sama di bidang-bidang di mana kita memiliki kesepakatan bersama,” kata juru bicara Gedung Putih, Jen Psaki (26/5).
Sebelumnya, Presiden AS, Biden pernah berharap Putin berhenti mencoba mempengaruhi pemilihan AS, menghentikan serangan dunia maya pada jaringan AS yang berasal dari Rusia, berhenti mengancam kedaulatan Ukraina, dan membebaskan kritikus Kremlin Alexei Navalny yang dipenjara.
Para pejabat Rusia menganggap pertemuan di Jenewa nanti sebagai kesempatan untuk mendengar secara langsung beragam pesan dari Presiden Biden yang mulai menjabat pada 20 Januari.
Sementara Kremlin mengatakan bahwa kedua pemimpin akan membahas hubungan bilateral, masalah terkait stabilitas nuklir strategis, dan masalah lain termasuk kerja sama dalam perang melawan COVID-19 dan konflik regional.
Putin memandang tekanan AS atas Navalny dan dukungannya terhadap aktivis pro-demokrasi di Rusia dan Belarusia sama saja dengan mencampuri urusan dalam negeri Rusia.
Tak hanya itu, Rusia juga tidak senang dengan sanksi AS, termasuk yang diumumkan pada 15 April untuk menghukum Moskow karena alasan mencampuri pemilu AS 2020, peretasan siber, penindasan terhadap Ukraina, dan dugaan tindakan jahat lainnya yang dibantah oleh Rusia.
Rusia membantah ikut campur dalam pemilihan AS, mengatur peretasan dunia maya yang menggunakan perusahaan teknologi AS SolarWinds Corp SWI.N untuk menembus jaringan pemerintah AS dan menggunakan agen saraf untuk meracuni Navalny, yang dipenjara atas tuduhan yang menurutnya bermotivasi politik.
Sederet masalah tersebut membuat pemerintah AS memasukkan perusahaan Rusia ke dalam daftar hitam, mengusir diplomat Rusia, dan melarang bank AS membeli obligasi pemerintah dari bank sentral Rusia, dana kekayaan nasional, dan Kementerian Keuangan.