MATA INDONESIA, JAKARTA-Kedatangan vaksin virus corona sinovac dari Cina, menimbulkan banyak spekulasi tentang efek samping, salah satunya beredar narasi yang menyebutkan bahwa vaksin covid-19 memiliki efek bisa memperbesar penis.
Narasi tersebut diunggah oleh akun Facebook bernama Agus Papaa Jenggoot pada 7 Januari 2021.
Ia mengunggah foto potongan berita di sebuah koran dengan narasi sebagai berikut:
“Dalam sebuah jurnal terbitan Inggris misalnya, vaksin Sinovac disebutkan memberi efek samping pembesaran alat kelamin. Lelaki yang sudah disuntik vaksin buatan Cina tersebut disebutkan alat vitalnya memanjang sampai 3 inchi”.
Setelah ditelusuri, faktanya klaim tersebut adalah informasi palsu yang dibuat oleh orang tak bertanggungjawab.
Jurnal yang disebutkan dalam klaim tersebut adalah hasil studi yang telah disunting sedemikian rupa.
Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 dari BPOM, Lucia Rizka Andalusia menegaskan klaim tersebut bohong atau hoaks.
“Hoaks lah, mana ada jurnal ilmiah pakai bahasa seperti itu. Lagian vaksin kita bukan rekombinan,” kata Lucia.
Hingga kini, ada dua vaksin covid-19 yang telah mengumumkan efektivitasnya, yakni Pfizer-BioNTech dan Moderna.
Uji klinis kedua vaksin tersebut tidak menunjukkan pembesaran penis sebagai salah satu risiko atau efek samping.
Berdasarkan situs pengecekan fakta Snopes, informasi mengenai vaksin Sinovac bisa memperbesar penis hingga 3 inchi adalah klaim yang salah.
Studi asli yang diterbitkan pada The New England Journal of Medicine berjudul ‘Phase 1-2 Trial of a SARS-CoV-2 Recombinant Spike Protein Nanoparticle Vaccine’ telah diedit menjadi ‘SARS-CoV-2 Recombinant COVID-19 Vaccine has shown to increase penis lenght by 3 inches in some individuals’.
Hasil penelusuran di situs NEJM juga tidak ditemukan jurnal berjudul ‘SARS-CoV-2 Recombinant COVID-19 Vaccine has shown to increase penis lenght by 3 inches in some individuals’.
Mengutip, Snopes, bahwa studi itu tipuan. Kesalahan ejaan dan tata bahasa dan jelas bahasa non-akademis yang terkandung dalam artikel dengan mudah menunjukkan bahwa itu dimaksudkan untuk menjadi humor, tetapi bukti pasti dapat ditemukan dalam fakta bahwa artikel tersebut menyalin dan menempel seluruh bagian dari studi nyata, yang sebenarnya diterbitkan di New England Journal of Medicine pada 10 Desember 2020.