Mata Indonesia, Yogyakarta – Ketua Aliansi Muda Forum Ukhuwah Islamiyah (AM FUI) DIY), Totok Abu Syaddad turut memberikan tanggapan terkait pembubaran diri Jamaah Islamiyah (JI) yang dilakukan pada 21 Desember 2024 di Solo.
“JI membubarkan diri merupakan hasil dari upaya deradikalisasi oleh Polri khususnya Densus 88 yang selama ini melakukan pembinaan dan diplomasi sehingga anggota ormas tersebut berhasil kembali ke NKRI,” ungkapnya.
“Sebelumnya para aktivis JI menilai bahwa dasar negara Indonesia tidak sesuai dengan syariat Islam. Namun pemahaman tersebut mugkin sudah berubah sehingga anggota JI membubarkan diri,” lanjutnya Totok.
Menurutnya terdapat hal yang perlu diperhatikan terkait pasca keputusan JI tersebut adalah pemahaman terhadap syariat Islam oleh berbagai ormas Islam di Indonesia.
Hasil Muktamar Nahdlatul Ulama (NU) tahun 1936 dimana Indonesia belum merdeka, waktu itu disebut sebagai negara Islam karena wilayah nusantara pernah dipimpin oleh pemerintahan Islam.
Jika sudut pandang Muhammadiyah bahwa hasil negara Indonesia berdasarkan kesepakatan bersama atau Darul Ahdi wa Syahadah yang berarti negara kesepakatan dan persaksian antara para ulama, founding fathers dan para aktivis untuk membentuk negara Indonesia.
Pihaknya menilai jika masih ada istilah radikal selama ini yang ada keterkaitan framing yang dilakukan oleh pemerintah dahulu. “Pasca JI membubarkan diri, Pemerintah perlu memberikan pemahaman kepada masyarakat terkait penyebutan ormas radikal agar tidak muncul kembali karena akan menimbulkan keresahan di masyarakat.
Jika masih terdapat ormas radikal maka perlu dijelaskan secara detail apa saja kriterianya dan alasannya”, terang Totok.
Sementara salah satu framing di masyarakat bahwa pihak-pihak yang menegakkan syariat Islam itu dianggap memusuhi negara. Pancasila Sila ke-1 berisi “Ketuhanan Yang Maha Esa” dan di dalam Undang-Undang Dasar (UUD 1945) berisi negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap pemeluk agama untuk menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaanya.
Oleh karena itu setiap umat beragama mempunyai hak yang sama dilindungi UU untuk menjalankan ajaran agama masing-masing, bagi umat Islam menjalankan syariat Islam.
Pada dasarnya sebagian dari syariat Islam sudah dilaksanakan dan berjalan contohnya hukum waris, pernikahan, dan bank syariah sehingga sebenarnya tidak masalah menggunakan syariat tersebut asal digunakan dengan baik dan benar, tidak menyimpang.
“Aturan di dalam syariat Islam tujuannya membawa kebaikan dan kemaslahatan. Sehingga apabila masyarakat yang menjalankan syariat dengan benar jangan dicurigai maupun dituduh radikal. Pemahaman dari sejarah dan tujuan berdirinya Negara Indonesia oleh para pendiri bangsa perlu disinkronkan dan dipahami oleh pemerintah dan berbagai pihak sehingga gerakan ormas radikal seharusnya tidak ada,” tegas Ketua AM FUI DIY.