MATA INDONESIA, JAKARTA – Keputusan Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia mempertahankan BI 7 Day Reverse Repo Rate (BI7DRRR) tetap 3,5 persen dengan Lending dan Deposit Facility, adalah langkah tepat.
Hal itu diungkapkan pengamat ekonomi, Ryan Kiryanto melalui keterangan tertulisnya kepada Mata Indonesia News, Kamis 21 Juli 2022.
“Tepat waktu, tepat sasaran dan tepat dosis atau takaran,” ujar Ryan.
Keputusan itu tepat jika mengacu kepada tujuan menjaga stabilitas rupiah dan mengendalikan inflasi sesuai jangkar BI, ditambah untuk menjaga momentum pertumbuhan.
Stance kebijakan moneter BI itu masih pro-growth atau pro pertumbuhan ekonomi.
Menurut Dewan Pakar Institute of Social, Economics and Digital/ISED itu, kebijakan tersebut cermat dan terukur di tengah tekanan eksternal yang kuat karena dampak perang di Ukraina, disrupsi rantai pasokan global, stagflasi global, dan lonjakan inflasi dunia yang juga sedang membayangi perekonomian Indonesia.
Volatilitas Rupiah yang datar, inflasi inti yang masih dalam jangkar BI, cadangan devisa yang kuat dan surplus neraca dagang secara konsisten karena harga komoditas ekspor yang tinggi, tampaknya menjadi pertimbangan BI tidak mengubah orientasi atau stance kebijakan moneternya yang dovish.
Padahal, di saat yg sama, stance kebijakan bank-bank sentral negara dengan volume ekonomi besar seperti AS, Korsel, Eropa, Inggris, Australia, Kanada lebih condong menerapkan kebijakan yang hawkish atau ketat.
Mereka menaikkan suku bunga acuan mengikuti inflasinya karena spiritnya pro stabilitas.
Keputusan RDG BI tersebut sebenarnya juga sudah sesuai ekspektasi mayoritas ekonom sehingga tidak terlalu mengejutkan.
Pernyataan BI yg akan selalu memantau perkembangan pasar dan perekonomian global dan domestik memberikan garansi bahwa bank sentral selalu ada di pasar.
Selain itu memastikan kebijakannya ahead the curve (antisipatif dan preemptive) sehingga meningkatkan kepercayaan pasar.