MATA INDONESIA,JAKARTA – Ketua Badan Penanggulangan Ekstremisme dan Terorisme (BPET) MUI, Muhammad Syauqillah, menyampaikan bahwa radikalisasi melalui sosial media adalah sesuatu yang sulit untuk dicegah.
Pelaku terorisme sangat pandai untuk membangun narasi ketika ingin merekrut teroris. Contoh konkretnya adalah para pelaku terorisme yang tergabung dalam ISIS.
“Video-video ISIS pada saat konflik antara tahun 2014 hingga 2018, menampilkan narasi yang bagus, suaranya jernih, instrumen musiknya bagus, ada ayat yang digunakan untuk dipropagandakan, dan ada sosok aktor-aktornya mulai dari anak kecil hingga dewasa. Itulah kepintarannya,” kata Syauqillah dalam perbincagannya dengan Mata Indonesia News, Jumat 16 September 2022.
Mengenai eksistensi terorisme ini, ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk menindaknya. Mulai dari program deradikalisasi maupun kontra narasi yang keduanya sama-sama penting. Namun perlu diingat, hal yang paling susah adalah bagaimana cara mengantisipasi radikalisasi online.
Tindakan orang yang melakukan ataupun menerima radikalisasi online itu tidak dapat dicegah. Apapun yang dilihat orang di media sosial adalah urusannya sendiri, bukan orang lain. Termasuk juga keputusan untuk masuk ke dunia radikal adalah keputusan dan tindakan orang itu sendiri.
Lebih jauh lagi, fenomena yang akan terjadi ke depan adalah serangan teror yang bisa saja dilakukan oleh hanya satu orang. Hal tersebut yang merupakan hasil dari radikalisasi di sosial media. Maka dari itu, mencegah radikalisasi melalui media sosial ini memang menjadi sangat sulit.