Astagfirullah Bendahara Bapenda Riau Korup Uang Zakat PNS Rp 1,1 M

Baca Juga

MATA INDONESIA, PEKANBARU – Ini kelakuan tidak layak dan pantas seorang Pegawai Negeri. Dana zakat dari sebesar Rp 1,1 miliar yang berasal dari aparatur sipil negara (ASN) diambil mantan Bendahara Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Provinsi Riau berinisial M.

Menurut Kepala Bapenda Provinsi Riau, Syahrial Abdi, Rabu 3 Maret 2022, kasus itu terbongkar karena adanya ketidaksesuaian penyetoran zakat dari Bapenda Riau dengan catatan penerimaan zakat dari Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) setempat.

”Kami sudah mengkonfirmasi dan benar terjadi ketidaksesuaian zakat dari Bapenda. Seharusnya totalnya Rp 1,4 miliar, namun dalam catatan penerimaan zakat di BAZNAS Riau hanya Rp 335 juta,” katanya.

Syahrial menyebutkan pihaknya telah melakukan tindakan internal serta pemeriksaan. Oknum pegawai negeri ini telah mengakui perbuatannya.

”Dia mengakui perbuatannya. Dan berkomitmen untuk mengganti kekurangan setoran zakat tersebut,” ujarnya.

Berdasarkan pengakuan yang bersangkutan, Syahrial menyebutkan aliran dana sebanyak Rp 1,1 miliar untuk kebutuhan pribadi.

“Aliran dana untuk kebutuhan pribadi. Terkait pidana itu tergantung hasil pemeriksaan inspektorat,” ujarnya.

Pihak Bapenda Riau sudah melaporkan kepada pimpinan dan sudah ada  pemeriksaan dari jajaran inspektorat.

Syahrial berharap ada keadilan dalam mengambil tindakan dan memastikan dalam pemeriksaan inspektorat merekomendasikan hukuman untuk M.

Atas kejadian ini, Gubernur Riau Syamsuar telah mengeluarkan surat edaran baru terkait mekanisme penyaluran zakat. Yaitu dengan langsung melakukan pemotongan uang dari rekening ASN dan langsung masuk ke rekening BAZNAS tanpa ada perantara melalui bendahara.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Judi Daring Ancam Ekonomi Keluarga: Saatnya Literasi dan Kolaborasi Jadi Senjata

Oleh: Ratna Soemirat* Fenomena judi daring (online) kini menjadi salah satu ancaman paling serius terhadap stabilitassosial dan ekonomi masyarakat Indonesia. Di tengah kemajuan teknologi digital yang membawakemudahan hidup, muncul sisi gelap yang perlahan menggerogoti ketahanan keluarga dan moral generasi muda. Dengan hanya bermodalkan ponsel pintar dan akses internet, siapa pun kini bisaterjerumus dalam praktik perjudian digital yang masif, sistematis, dan sulit diawasi. Pakar Ekonomi Syariah dari Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Satria Utama, menilai bahwa judi daring memiliki daya rusak yang jauh lebih besar dibandingkan bentukperjudian konvensional. Menurutnya, sasaran utama dari perjudian daring justru kelompokmasyarakat yang secara ekonomi tergolong rentan. Dampaknya langsung terlihat pada polakonsumsi rumah tangga yang mulai bergeser secara drastis. Banyak keluarga yang awalnyamampu mengatur pengeluaran dengan baik, kini harus kehilangan kendali keuangan karenasebagian besar pendapatan mereka dialihkan untuk memasang taruhan. Satria menjelaskan, dalam beberapa kasus, bahkan dana bantuan sosial (bansos) yang seharusnyadigunakan untuk kebutuhan pokok keluarga justru dihabiskan untuk berjudi. Hal ini, katanya, bukan lagi sekadar persoalan individu, melainkan ancaman nyata terhadap ketahanan ekonominasional. Ia menegaskan, ketika uang yang seharusnya digunakan untuk makan, biaya sekolahanak, atau keperluan kesehatan malah dipakai untuk berjudi, maka kerusakannya meluas hinggapada tingkat sosial yang lebih besar. Masalah ini juga diperparah dengan munculnya fenomena gali lubang tutup lubang melaluipinjaman online (pinjol). Banyak pelaku judi daring yang akhirnya terjebak utang karena tidakmampu menutup kerugian taruhan. Satria menilai bahwa bunga pinjol yang tinggi justrumemperparah keadaan dan menjerumuskan pelakunya ke dalam lingkaran utang yang sulitdiakhiri. Dalam banyak kasus, kondisi ini menyebabkan kehancuran rumah tangga, konflikkeluarga, hingga perceraian. Efek domino judi daring, katanya, sangat luas dan tidak hanyamerugikan pelakunya saja. Selain aspek ekonomi, Satria juga menyoroti persoalan perilaku konsumsi yang tidak rasional di kalangan masyarakat. Ia menilai bahwa budaya konsumtif yang tinggi membuat masyarakatlebih mudah tergoda dengan janji palsu “cepat kaya” yang ditawarkan oleh situs judi daring. Contohnya, jika seseorang rela mengeluarkan uang untuk rokok meski kebutuhan rumah tanggaterbengkalai, maka godaan berjudi dengan iming-iming hasil instan menjadi semakin kuat. Menurutnya, perubahan pola pikir masyarakat menjadi kunci utama untuk membentengi diri daribahaya ini. Lebih jauh, Satria menegaskan bahwa penanganan judi daring tidak cukup hanya denganpendekatan represif, seperti pemblokiran situs atau razia siber. Ia menilai langkah tersebutmemang penting, tetapi tidak akan menyelesaikan akar masalah tanpa adanya peningkatanliterasi ekonomi dan kesadaran digital masyarakat. “Permintaan terhadap judi daring itu besar, sehingga selama ada permintaan, pasokan akan terus bermunculan,” ujarnya dalam wawancara. Pemerintah, katanya, harus berani menyentuh aspek edukasi publik dengan memperkuat literasidigital, keuangan, dan moral agar masyarakat memiliki ketahanan terhadap jebakan dunia maya. Upaya memperkuat literasi digital dan kesadaran publik kini mulai mendapat perhatian dariberbagai pihak, termasuk dunia akademik. Salah satu contoh nyata datang dari UniversitasLampung (Unila) melalui inovasi bertajuk Gambling Activity Tracing Engine (GATE...
- Advertisement -

Baca berita yang ini