MATA INDONESIA, INTERNASIONAL – Hubungan antara Amerika Serikat dan Iran tampaknya akan kembali bergejolak, seiring dengan keputusan Paman Sam yang memberlakukan sanksi luas kepada pihak Teheran.
Salah satu sanksi yang diberlakukan adalah memasukkan daftar hitam yayasan yang dikendalikan oleh Pemimpin Tertinggi Ayatollah Ali Khameini dan membidik apa yang disebut Washington sebagai pelanggaran hak asasi manusia, setahun setelah aksi keras lagi mematikan terhadap pengunjuk rasa anti-pemerintah.
Sanksi yang diumumkan Departemen Keuangan AS juga turut menargetkan Menteri Intelijen Iran. Tindakan terbaru ini dilakukan pemerintahan Presiden Donald Trump guna memperkuat kampanye “tekanan maksimum” terhadap Iran.
Departemen Keuangan AS menjatuhkan sanksi pada apa yang digambarkan sebagai jaringan patronase utama untuk Khameini, dalam sebuah langkah yang juga menargetkan 10 individu dan 50 anak perusahaan yayasan di berbagai sektor, termasuk di dalamnya energi, pertambangan, dan jasa keuangan.
Sanksi tersebut membekukan aset AS dari mereka yang menjadi sasaran. Secara umum melarang warga negara AS berbisnis dengan pihak Iran. Siapapun yang melakukan transaksi tertentu dengan individu dan entitas ini, maka berakibat terkena sanksi AS.
Berdasarkan seorang sumber, yayasan amal atau lembaga ekonomi, budaya dan kesejahteraan sosial, telah mengumpulkan kekayaan dalam jumlah besar yang merugikan ekonomi Iran lainnya dan mengendalikan ratusan perusahaan juga properti yang disita sejak Revolusi Islam tahun 1979.
Dalam sebuah pernyataan, Departemen Keuangan AS menuduh Khameini menggunakan kepemilikan yayasan untuk memperkaya kantornya, memberi penghargaan kepada sekutu politiknya, serta menindas musuh rezim.
“Amerika Serikat akan terus menargetkan pejabat utama dan sumber penghasil pendapatan yang memungkinkan penindasan berkelanjutan rezim terhadap rakyatnya sendiri,” kata Menteri Keuangan AS, Steven Mnuchin, melansir Reuters, Kamis, 19 November 2020.
Sementara juru bicara misi Iran untuk PBB di New York, Alireza Miryousefi menyebut sanksi baru itu sebagai bentuk dari rasa putus asa pemerintahan Trump.
“Upaya terbaru untuk melanjutkan kebijakan gagal ‘tekanan maksimum’ terhadap Iran dan warganya akan gagal, seperti semua upaya lainnya,” kata Mityousefi.