MATA INDONESIA, INTERNASIONAL – Amerika Serikat (AS) menjatuhkan sanksi terhadap seorang pemimpin milisi Irak dan mantan penasihat keamanan nasional. Keduanya dilaporkan melakukan pelanggaran hak asasi manusia selama demonstrasi anti-pemerintah tahun 2019 di mana ratusan pengunjuk rasa tewas.
Dalam sebuah pernyataan, Departemen Keuangan AS mengatakan bahwa mereka memasukkan nama Falih al-Fayyadh, Ketua Komite Mobilisasi Populer Irak (PMC) ke dalam daftar hitam.
Departemen Keuangan AS menuduh al-Fayyadh sebagai bagian dari sel krisis yang dibentuk akhir 2019 untuk menekan protes dengan dukungan dari Pasukan Pengawal Revolusi Islam elit Iran Quds, yang masuk daftar hitam oleh Amerika Serikat.
Washington mengatakan al-Fayyadh adalah kepala PMC ketika pasukan di bawah komandonya menembakkan amunisi langsung ke pengunjuk rasa damai tahun 2019, yang mengakibatkan ratusan warga meninggal dunia.
Protes anti-pemerintah terbesar di Irak dalam beberapa dekade pecah pada Oktober 2019 dan berlanjut selama beberapa bulan. Ratusan ribu warga Irak menuntut pekerjaan, layanan, dan pemecatan elit penguasa yang mereka anggap korup.
Berdasarkan sebuah laporan, hampir 500 orang tewas. Protes tersebut menyebabkan pengunduran diri Perdana Menteri Irak, Adel Abdul Mahdi.
“Dengan mengarahkan dan mengawasi pembunuhan demonstran Irak yang damai, militan dan politisi yang sejalan dengan Iran seperti Falih al-Fayyadh telah melancarkan kampanye kekerasan melawan demokrasi Irak dan masyarakat sipil,” kata Menteri Keuangan AS, Steven Mnuchin, melansir Reuters, Sabtu, 9 Januari 2021.
“Amerika Serikat akan terus meminta pertanggungjawaban para pelaku pelanggaran hak asasi manusia di Irak yang bertujuan untuk menyangkal rakyat Irak dalam upaya mereka untuk memprotes secara damai, mencari keadilan, dan membasmi korupsi di negara mereka,” tuntasnya.