MATA INDONESIA, WASHINGTON –Seorang anggota panel penasihat gugus tugas CIA yang dirancang untuk menilai ketidakstabilan politik di dunia, Barbara F Walter menegaskan bahwa Amerika Serikat (AS) di ambang perang saudara.
Dalam bukunya, Barbara menilai bahwa Paman Sam telah melewati apa yang disebut fase pra-pemberontakan dan konflik baru. Seperti yang terjadi di Capitol Hill pada Januari tahun ini yang menurutnya merupakan indikasi awal.
“Kami lebih dekat dengan perang saudara daripada yang ingin kami percayai. Tidak ada yang mau percaya bahwa demokrasi tercinta mereka sedang menurun, atau menuju perang,” tulis Barbara F Walter dalam bukunya, melansir The Washington Post.
“(…) Jika Anda adalah seorang analis di negara asing yang melihat peristiwa di Amerika — dengan cara yang sama Anda akan melihat peristiwa di Ukraina atau Pantai Gading atau Venezuela — Anda akan melihat daftar periksa, menilai setiap kondisi yang memungkinkan terjadinya perang saudara,” sambungnya.
Menurut Barbara, AS telah memasuki wilayah yang sangat berbahaya, terutama menyusul kerusuhan mematikan di Capitol Hill yang dilakukan oleh massa pendukung mantan Presiden Donald Trump.
Analis menyuarakan kekhawatiran bahwa peristiwa tersebut dapat memicu jalan bagi AS untuk tergelincir ke fase ketiga, yakni pemberontakan terbuka.
Barbara melanjutkan, masa jabatan Trump di Gedung Putih telah mengakibatkan AS tidak lagi secara teknis memenuhi syarat sebagai negara demokrasi.
Menurutnya, AS saat ini adalah sebuah negara anokrasi – sesuatu di antara negara otokratis dan demokrasi, mengutip kumpulan data “Polity” dari Center for Systemic Peace.
“Kita bukan lagi demokrasi berkelanjutan tertua di dunia. Kehormatan itu sekarang dipegang oleh Swiss, diikuti oleh Selandia Baru, dan kemudian Kanada. Kami tidak lagi setara dengan negara-negara seperti Kanada, Kosta Rika, dan Jepang, yang semuanya diberi peringkat +10 pada indeks Polity,” tutur Barbara, melansir Sputnik News.
Menurut Barbara, ini merupakan kesalahan Donald Trump dan Partai Republik, yang, katanya, memimpin negara itu ke dalam “jurang”.