MATA INDONESIA, JAKARTA – Nilai tukar rupiah atas dolar AS ditutup melemah di akhir perdagangan Rabu, 16 Juni 2021. Mengutip data Bloomberg, rupiah berada di posisi Rp 14.237 per dolar AS atau melemah tipis 0,09 persen.
Direktur PT TRFX Garuda Berjangka Ibrahim mengatakan, pelemahan mata uang garuda dipicu oleh pemberlakukan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) berskala mikro di lingkup RT/RW oleh Gubernur Anies Baswedan di Provinsi DKI Jakarta tak efektif.
“Upaya yang dilakukan oleh pemerintah DKI Jakarta dinilai terlampau lemah membendung gelombang tinggi sebaran corona yang sekarang ini sudah bermutasi menjadi sejumlah varian baru yang telah terkonfirmasi masuk Jakarta seperti varian B117 dan B1617,” ujarnya dalam keterangan resmi, Rabu sore.
Ibra menjelaskan bahwa 2 varian baru itu memiliki daya tular 10 kali lebih cepat dari varian asli corona sehingga PPKM sekala mikro dinilai bukan perisai yang aman untuk melindungi masyarakat Jakarta dari incaran wabah ini. Diibaratkan perang, gempuran corana di Jakarta saat ini adalah pasukan mematikan yang memberondong dengan peralatan tempur mutakhir.
“Sementara Pemerintah Provinsi DKI Jakarta hanya mampu menahan gempuran musuh dengan peralatan tradisional seperti bambu runcing. Ini jelas sangat tidak seimbang, dan butuh inovasi kebijakan yang lebih moderen guna untuk melawannya,” katanya.
Oleh karena itu, ada beberapa opsi yang harus dilakukan oleh Pemda DKI Jakarta. Yang pertama adalah melakukan lockdown Total dibarangi dengan vaksinasi, walaupun ini bertentangan dengan program Pemerintah pusat.
Dalam Lockdown total, semua kegiatan di dalam kota diberhentikan sementara, sehingga tidak ada mobilitas masyarakat yang dapat memicu penularan.
“Strategi seperti ini diyakini dapat menaklukkan musuh tak kasat mata itu, walaupun akan berdampak terhadap perekonomian namun yang terpenting kesehatan masyarakat harus yang utama,” ujarnya.
Sementara dari luar negeri, laju rupiah dibayangi oleh hasil pertemuan Bank Sentral AS (The Fed) yang akan diputuskan pada Rabu malam.
The diperkirakan tidak akan merubah kebijakan tentang suku bunga dan pembelian obligasi bulanan.
“Namun, inflasi yang meningkat tajam karena ekonomi AS membuat pemulihan yang solid tampaknya membuat para investor tetap waspada,” katanya.