MINEWS.ID, JAKARTA – Revisi UU dinilai sebagai bentuk upaya DPR untuk menuntaskan tugasnya di jelang akhir masa jabatan.
Hal tersebut diungkapkan oleh Anggota Komisi III DPR RI Arsul Sani. Ia beralasan bahwa rencana revisi ini sudah mengantung sejak tahun 2010 sehingga perlu disahkan segera karena mendesak sehingga tak perlu menunggu DPR periode yang baru.
“Pada zaman pemerintahan SBY para anggota dewan juga menerima draft soal revisi UU KPK ini. Tapi pada tahun 2015 hingga 2016 draft ini mulai menggelinding. Bahkan tertunda hingga 2017. Banyak kontroversi dan penolakan dari masyarakat. Akhirnya pemerintah sepakat dengan DPR agar revisinya ditunda,” ujar dia di Gedung Nusantara II, Selasa 17 September 2019.
“Kalau proses yang sekarang terlihat terburu-buru karena faktornya DPR periode sekarang akan habis pada tanggal 30 September 2019 nanti. Jadi faktor mendesaknya itu. Dan itu jadi pilihan politik DPR dan presiden untuk mengesahkannya pada periode sekarang,” kata Arsul menambahkan.
Selanjutnya soal ruang diskusi soal revisi UU KPK tersebut, Arsul mengatakan bahwa pihaknya sudah membahasnya dalam rapat-rapat dengar pendapat.
“Saya ingat bahwa dalam rapat dengar pendapat antara DPR dan KPK di bulan November 2015 juga dibahas (soal revisi). Dalam fit and proper test oleh para pejabat KPK yang saat itu masih capim juga membahas soal revisi UU KPK,” katanya.
Arsul melanjutkan, di rapat dengar pendapat yang pertama di Januari 2016, juga ada pertanyaan dan pembahasan soal revisi. Namun setelah itu, karena ada penolakan dari publik maka sikap KPK pun bergeser menjadi menolak Revisi UU KPK.
“Kalau posisi nya begitu yang dibawakan elemen masyarakat sipil, maka ya ngapain lagi. Wong mereka menolak kok, ngapain diajak biacara. Kecuali posisinya posisi yang tepat (mendukung revisi),” ujarnya.