MINEWS, JAKARTA – Laju mata uang garuda nampaknya masih kesulitan keluar dari zona merah pada akhir perdagangan Selasa, 19 November 2019. Gempuran sentimen global yang tak kunjung reda, membuat rupiah ditutup melemah atas dolar AS di level Rp 14.092 per dolar AS atau turun 0,11 persen.
Hal ini diungkapkan oleh Direktur PT Garuda Berjangka Ibrahim. Ia mengatakan laju rupiah hari ini dibayangi sejumlah sentimen dari luar negeri di antaranya sebagai berikut.
Pertama, soal ketidak pastian perjanjian dagang antara AS dan Cina. Di satu sisi, ada harapan yang tinggi bahwa Amerika Serikat dan China akan menandatangani apa yang disebut kesepakatan ‘fase satu’ untuk mengurangi perang dagang selama 16 bulan. Tapi di sisi lain, justru Cina pesimis akan kesepakatan ini.
“Beijing terganggu oleh komentar Trump bahwa tidak ada kesepakatan tentang penghapusan tarif secara bertahap,†kata Ibrahim sore ini.
Kedua, para investor juga terus mengamati setelah Trump bertemu Ketua Federal Reserve AS Jerome Powell pada hari Senin kemarin. Hal ini berkaitan dengan kritik berulang yang dilancarkan Trump AS bahwa The Fed belum cukup menurunkan suku bunga yang berimbas pada memburuknya ekonomi AS.
Ketiga, Bank sentral Australia dijadwalkan hari ini akan merilis soal suku bunga acuannya. Sejauh ini, Bank sentral negeri kanguru ini telah memotong suku bunga tiga kali ke level terendah historis 0,75 persen, karena pelemahan yang tidak diinginkan dalam pertumbuhan upah dan inflasi.
Sementara dari dalam negeri, laju rupiah di bayangi oeh rilis dari Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) yang menurunkan tingkat bunga penjaminan sebesar 25 bps menjadi 6,25 persen untuk simpanan rupiah di bank umum. Sedangkan untuk simpanan dalam bentuk valuta asing atau valas diturunkan juga 25 bps menjadi 1,75 persen. Kemudian untuk BPS simpanan rupiahnya menjadi 8,75 persen.
Kata Ibrahim, ada beberapa pertimbangan yang mempengaruhi LPS menurunkan tingkat bunga pinjaman, antara lain Tren suku bunga baik deposito maupun kredit terus menunjukkan penurunan. Kondisi likuiditas perbankan tidak ada permasalahan. Nilai tukar rupiah dan kondisi global masih cukup stabil dan baik.
“Kebijakan ini berlaku sejak 20 November 2019 hingga 24 Januari 2020,” ujarnya.