MATA INDONESIA, JAKARTA – Nilai tukar rupiah atas dolar AS diramalkan akan tetap menguat di akhir pekan, 17 Januari 2020. Kemarin, rupiah berada di posisi Rp 13.630 per dolar AS atau menguat 0,26 persen.
Direktur Garuda Berjangka Ibrahim Assuaibi memprediksi laju rupiah akan berkisar dari Rp 13.615 hingga Rp 13.690 per dolar AS.
Ia mengatakan penguatan mata uang garuda hari ini masih akan dibayangi oleh sejumlah sentimen dari luar negeri di antaranya sebagai berikut.
Pertama, soal damai dagang AS dan Cina. Pasca penandatanganan perjanjian perdagangan parsial di Gedung Putih semalam, membuat perang perdagangan antara kedua belah pihak mereda.
“Berdasarkan ketentuan kesepakatan pertama, AS mengurangi tarif 120 miliar dolar AS pada barang-barang Tiongkok menjadi 7,5 persen dari 15 persen. Sebagai gantinya, Cina setuju untuk meningkatkan pembelian di AS sebesar 200 miliar dolar AS selama dua tahun ke depan dalam barang-barang manufaktur, pertanian, energi, dan jasa,†kata dia kemarin sore.
Kedua, soal Brexit. Investor mencerna komentar dari Perdana Menteri Boris Johnson yang mengatakan Selasa malam. Ia menganggap “sangat mungkin†Inggris akan mendapatkan “kesepakatan perdagangan komprehensif dengan Uni Eropa pada akhir tahun 2020 nanti.
“Di sisi lain, dalam sebuah pidato sebelumnya, pembuat kebijakan Bank of England Michael Saunders mengulangi dukungannya untuk penurunan suku bunga untuk mendukung ekonomi yang melemah oleh Brexit dan ketidakpastian lainnya,†kata Ibrahim.
Sementara dari dalam negeri, laju rupiah dibayangi oleh strategi bauran kebijakan ekonomi yang diterapkan oleh Bank Indonesia pasca penandatanganan fase I antara AS dan Cina. “Hal ini membawa berkah tersendiri bagi pasar dalam negeri,†katanya.
Selain itu, kebijakan pemerintah yang terus melakukan reformasi di segala bidang baik birokrasi maupun keuangan serta keamanan yang terjamin, membawa berkah bagi pasar dalam negeri sehingga investor kembali percaya dan dengan sendirinya modal asing kembali masuk cukup deras.
Kata Ibrahim, arus modal yang masuk akan tetap bertahan, karena saat ini kondisi fundamental ekonomi dalam negeri cukup stabil dibandingkan ekonomi negara lainnya sehingga diyakini membuat modal yang masuk akan tetap berada di pasar dalam negeri.
“Selain itu, perbedaan besaran suku bunga Indonesia dengan Amerika Serikat masih cukup besar. Suku bunga yang ditawarkan Indonesia juga masih lebih atraktif di mata investor bila dibandingkan dengan AS ataupun negara emerging market lainnya,†ujarnya.