2020, KPU dan KPK Sepakat Larang Eks Koruptor Maju Pilkada

Baca Juga

MINEWS, JAKARTA-Tahun depan, bagi para napi eks koruptor tidak boleh lagi mencalonkan diri maju dalam pilkada. Hal itu usai Komisi Pemilihan Umum (KPU) sepakat dengan usulan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Komisioner KPU Pramono Ubaid Thantowi menganggap usulan KPK itu sudah sejalan dengan gagasan yang diusung oleh KPU saat melarang mantan napi koruptor mencalonkan diri sebagai caleg di Pemilu 2019.

Dia lantas menyoroti kasus korupsi yang kini menjerat Bupati Kudus Muhammad Tamzil. “Kejadian di Kudus ini menjadi bukti bahwa mantan napi koruptor memang tidak selayaknya diberi amanat kembali untuk menjadi pejabat publik,” katanya.

Pramono mengaskan sebenarnya peraturan terkait melarang napi koruptor itu sudah ada pada Pemilu 2019. Namun penerapannya terhambat lantaran sejumlah caleg eks napi koruptor menggugat peraturan tersebut ke Mahkamah Agung.

Dalam putusan itu, MA mengabulkan gugatan terhadap PKPU Nomor 20 Tahun 2018 terkait pelarangan tersebut. MA menilai aturan tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

Oleh karena itu, KPU mendorong agar peraturan tersebut juga didesakkan kepada para pembuat undang-undang yaitu pemerintah dan DPR. Dengan harapan peraturan itu bisa diterapkan pada Pilkada Serentak di 2020 mendatang.

Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan mengatakan, Bupati Kudus Tamzil pernah menjabat untuk periode 2003 hingga 2008. Selama masa pemerintahannya, dia pernah melakukan korupsi terkait dana bantuan sarana dan prasarana pendidikan Kabupaten Kudus untuk tahun anggaran 2004 yang ditangani Kejaksaan Negeri Kudus.

Karena rekam jejak Tamzil yang terbilang buruk, Basaria mengingatkan agar partai politik tidak lagi mengusung calon kepala daerah yang punya sejarah korupsi.

Dengan peristiwa ini, Basaria mengingatkan agar partai politik tidak lagi mengusung calon kepala daerah dengan rekam jejak yang buruk di dalam Pilkada 2020 mendatang. Ia mengatakan jual beli jabatan tidak boleh terjadi lagi karena merusak tatanan pemerintahan.

Menurutnya, hal ini tidak sejalan dengan rencana pemerintah dalam mewujudkan birokrasi yang profesional.

Berita Terbaru

Pembangunan Infrastruktur Sekolah Rakyat jadi Tonggak Pemerataan Pendidikan

Oleh: Didin Waluyo)* Komitmen pemerintahan Prabowo Subianto dalam mewujudkan akses pendidikanyang lebih merata terlihat semakin nyata. Pemerintah akhirnya menetapkanDesember 2025 sebagai titik awal pembangunan Infrastruktur Sekolah Rakyat.  Langkah ini dipandang sebagai dorongan baru untuk menegaskan bahwapendidikan tidak boleh menjadi hak istimewa bagi segelintir kelompok saja.Pembangunan ini juga menjadi sinyal kuat bahwa negara mulai menempatkankualitas dan aksesibilitas pendidikan sebagai prioritas utama.  Pembangunan infrastruktur ini masuk dalam pembangunan tahap II yang dilakukandi 104 lokasi di seluruh Indonesia. Dengan memulai proyek pada akhir 2025, pemerintah ingin memastikan bahwa percepatan pembangunan dapat segeradirasakan oleh masyarakat luas. Menteri Pekerjaan Umum (PU) Dody Hanggodo mengatakan, Pembangunan Sekolah Rakyat Adalah bentuk nyata komitmen pemerintah untuk membangunsumber daya manusia yang unggul. Ia menjelaskan bahwa Pembangunan tahap II dilakukan guna memperluas akses Pendidikan berkualitas bagi anak-anak darikeluarga kurang mampu.  Berdasarkan data yang dihimpun dari Kementerian PU, total anggaran yang dialokasikan untuk percepatan pembangunan Sekolah Rakyat ini sebsar Rp20 triliun, yang mana biaya pembangunan diperkirakan Rp200 miliar per sekolah. Sementara itu 104 lokasi yang tersebar antara lain, 27 lokasi di Sumatera, 40 lokasidi Jawa, 12 lokasi di Kalimantan,...
- Advertisement -

Baca berita yang ini