MATA INDONESIA, JAKARTA – Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2002, KPK resmi dibentuk pada Desember 2003. Dalam Pelaksanaanya, KPK memiliki pedoman atas lima asas, yaitu kepastian hukum, keterbukaan, akuntabilitas, kepentingan umum, dan proporsionalitas.
Dalam sejarah pembentukannya, Presiden Soeharto pada masa Orde Baru mengeluarkan UU Nomor 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dalam UU tersebut dijelaskan, penerapan hukuman penjara bagi pelaku korupsi maksimal seumur hidup serta denda maksimal Rp 30 juta.
UU tersebut diperkuat dengan Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) tahun 1973, tentang Pembinaan Aparatur yang Berwibawa dan Bersih dalam Pengelolaan Negara. Namun upaya tersebut diabaikan oleh para pegawai selama bertahun-tahun.
Hingga Presiden Soeharto mengeluarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1980 tentang Tindak Pidana Suap. Akan tetapi berbagai macam aturan sepertinya tidak bisa maksimal. Kepemimpinan Presiden Soeharto mulai melemahkan DPR, pasalnya anggaran DPR mulai ditentukan oleh pemerintah sehingga fungsi pegawasan sudah tidak ada lagi.
Pada lain sisi, Pemerintah Orde Baru berupaya untuk mempertahankan kekuasaannya, hingga pada akhirnya lengser pada 21 Mei 1998. Saat itu, kedudukan Presiden RI digantikan oleh B.J Habibie.
Pada era kepemimpinan Presiden B.J Habibie, upaya pembentukan KPK juga sudah ada. Dengan mengeluarkan UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari KKN. Berbagai bentuk komisi dibentuk, seperti KPKPN, KPPU atau lembaga Ombudsman.
Upaya tersebut berlanjut ketika masa kepemimpinan Presiden Aburrahman Wahid atau yang biasa disapa Gus Dur. Sebuah Tim Gabungan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (TGTPK) dibentuk. Namun di tengah semangatnya pemberantasan korupsi, badan ini dibubarkan atas Judical Review Mahkamah Agung.
Upaya pemberantasan korupsi di Indonesia, sejak saat itu mengalami kemunduran. Sebagai pemimpin, Gus Dur dinilai tidak bisa menujukkan dukungan atas upaya pemberantasan korupsi. Sejak itu, Gus Dur lengser dan digantikan oleh Megawati Soekarno Putri sebagai Presiden Republik Indonesia wanita pertama.
Pada era Presiden Megawati, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ini didirikan. Berdirinya KPK didasari atas keadaan institusi kejaksaan dan kepolisian yang kotor, sehingga dinilai tidak mampu menangani kasus korupsi di Indonesia. Karena kedua institusi tersebut sulit untuk dibubarkan, maka dibentuklah KPK.
Masa awal pembentukan KPK, bisa dibilang tidak memiliki modal sama sekali. Para pemimpin KPK dilantik tanpa gedung dan karyawan. Mereka membawa staf dari kantor lama dan menggajinya sendiri.
Barulah muncul tim BPKP (Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan), yang menjadi karyawan KPK. Kemudian karyawan bertambah, dengan masuknya tim tambahan dari Kejaksaan dan Kepolisian untuk bekerja di KPK.
Dalam sejarah kepemimpinan KPK, komisi ini pertama kali dipimpin oleh Taufiequrachman Ruki. Mantan anggota DPR RI tahun 1992 – 2001 ini menjabat sebagai ketua KPK dari 29 Desember 2003 hingga 16 Desember 2007.
Lika-liku KPK dalam memberantas korupsi tidak semudah dalam bayangan. Perjalanan panjang sudah ditempuh dengan berbagai cara, berdasarkan aturan yang berlaku. Saat ini, pergantian pemimpin KPK sudah dilakukan sebanyak lima kali. Hingga sekarang ini, Agus Rahardjo menjabat sebagai ketua KPK sejak 21 Desember 2015, dan akan digantikan Ketua KPK terpilih Firli Bahuri akhir tahun 2019 ini. (Hastina/RyV)