3 Peradaban di Amerika Ini Tercatat Musnah akibat Wabah Penyakit

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA – Saat ini dunia tengah dihebohkan dengan adanya virus corona. Seorang ilmuwan di John Hopkins Center for Health Security memperkirakan virus mematikan ini akan memusnahkan 65 juta jiwa dalam kurun waktu 18 bulan apabila sudah masuk skala pandemi. Tak hanya corona, terdapat pula beberapa pandemi lain yang pernah memakan banyak korban jiwa hingga memusnahkan peradaban dari wilayah yang terjangkit.

Wabah yang menyerang wilayah geografi tersebut tak hanya berlangsung di zaman kuno saja, namun juga ada yang terjadi di beberapa tahun belakang. Berikut beberapa peristiwa musnahnya sebuah peradaban yang diakibatkan oleh serangan wabah penyakit secara masif di wilayah tersebut.

1. Wabah HIV Menyerang Suku Warao, Amerika Selatan

Suku Warao

Terdapat suatu komunitas dalam suku Warao yang tidak memiliki laki-laki sama sekali karena terserang wabah HIV. Tidak ada pula yang mau menikahi para perempuannya akibat takut terjangkit wabah yang sama.

Mulanya, ada yang beranggapan bahwa munculnya wabah mematikan ini adalah sebuah kutukan besar. Namun setelah dilakukan penelitian ilmiah, maka ditemukan sebuah jawaban yang menjelaskan tentang penyebab penyakit berbahaya tersebut mewabah.

Virus HIV yang menyerang sebuah suku di bagian timur Venezuela ini berbeda dari yang lain. Virus ini dengan cepat berkembang menjadi AIDS dan menyebabkan kematian bagi pasien dalam jangka waktu yang amat pendek.

Umumnya, infeksi HIV dimulai dengan tahap R5. Sejalan dengan pertumbuhan penyakit, secara perlahan virus akan menjelma menjadi X4 yang jauh lebih agresif. Namun dalam kasus Warao ini 90 persen korban yang terjangkit dalam waktu singkat akan memasuki level X4. Tingkat harapan hidup dari penduduk yang terinfeksi HIV ini pun mungkin tidak lebih dari dua tahun.

Di samping itu, ciri lain dari wabah ini adalah cenderung menyerang pria daripada wanita. Di beberapa komunitas, sebanyak 35 persen penduduk pria terinfeksi wabah ini, sedangkan perempuannya hanya sekitar 2 persen saja yang terkena.

Salah satu kendala yang dihadapi dalam proses pengendalian virus ini adalah posisi suku Warao yang cukup sulit untuk dijangkau. Diperlukan waktu selama delapan jam untuk mencapai ibu kota negara bagian Delta Amacuro, di delta Sungai Orinoco, dengan menggunakan perahu motor. Jaraknya sekitar 700 km lebih dari ibu Kota Karakas.

Selain itu, krisis di Venezuela juga menyebabkan kelangkaan obat-obatan menjadi sebuah kenyataan yang berkelanjutan. Federasi Farmasi Venezuela memperkirakan masalah kelangkaan dihadapi oleh 85% obat-obatan.

Krisis tersebut juga menyebabkan minimnya bahan bakar perahu motor untuk menjangkau suku tersebut. Belum lagi tingkat kriminalitas dan kekerasan juga membuat perjalanan menjadi berisiko dari aspek keamanan. Pada akhirnya wabah tersebut pun terus-menerus menelan korban jiwa, hingga memungkinkan suku asli Amerika Latin tersebut musnah dari peradaban.

2. Penyakit Cocoliztli Menyerang Suku Aztec, Amerika Selatan

Suku Aztec

Sejumlah ilmuwan dari Universitas Tuebingen, Jerman, memperoleh suatu bukti yang menunjukkan penyebab punahnya suku Aztec pada tahun 1545.

Sebuah penyakit bernama Cocoliztli telah memusnahkan 15 juta orang suku Aztec dalam kurun waktu lima hari. Jumlah tersebut setara dengan 80 persen jumlah populasi secara keseluruhan.

Penyakit Cocoliztli ditandai dengan demam yang tinggi, sakit kepala, hingga pendarahan pada mulut, hidung dan mata. Penyakit ini dapat menyebabkan penderitanya meninggal dunia dalam hitungan tiga hingga empat hari.

Epidemi ini diperkirakan muncul akibat kedatangan orang Eropa ke sekitaran Meksiko. Epidemi ini mendekati wabah  Black Death yang tercatat menewaskan 25 juta orang di Eropa pada abad ke-14.

Datang kembali pada tahun 1576, Cocoliztli untuk kedua kalinya menewaskan suku Aztec. Jumlah korban jiwanya mencapai 50 persen dari populasi yang tersisa. Wabah ini menyerang hingga tahun 1578.

Para peniliti menyebutkan terdapat jejak bakteri salmonella enterica, dari varietas Paratyphi C, pada 29 kerangka yang diperiksa dari pemakaman cocoliztli. Salmonella enterica diketahui telah hadir di Eropa pada abad pertengahan.

Tim peneliti mengatakan banyak bakteri salmonella menyebar melalui makanan atau air yang terinfeksi dan mungkin telah melakukan perjalanan ke Meksiko melalui hewan peliharaan yang dibawa oleh orang Spanyol.

Anggota tim peneliti sebenarnya belum bisa memastikan apakah salmonella enterica merupakan penyebab epidemi cocolizztli. Namun mereka yakin bahwa bakteri tersebut adalah kandidat yang kuat.

3. Penyakit Misterius Menyerang Suku Maya, Amerika Utara

Suku Maya

Sebenarnya belum diketahui secara pasti apa yang menyebabkan suku Maya musnah dan hilang dari peradaban. Ada sebagian peneliti yang mengatakan akibat perang, namun sebagian yang lain menyebutkan wabah penyakitlah yang menjadi faktor utama.

Suku yang berada di belantara hutan tropis Kawasan Peten Guatemala, Amerika Utara, ini sebelumnya sempat mengalami kejayaan hingga akhirnya diperkirakan musnah akibat adanya serangan epidemi.

Berbeda dari dua epidemi sebelumnya, penyakit yang menginfeksi suku Maya ini datang secara bertahap dari masalah internal. Semuanya diawali dari prubahan iklim yang menyebabkan kekeringan parah melanda wilayah suku ini.

Dampak kekeringan inilah yang kemudian membuat suku Maya cukup sulit mengumpulkan air minum dan mengairi tanaman mereka. Curah hujan yang menurun hingga 70 persen pun membuat kelembapan relatif di kawasan itu turun antara 2 hingga 7 persen.

Kondisi tersebutlah yang mendorong munculnya wabah penyakit hingga memusnahkan seluruh populasi penduduk suku Maya. Hingga saat ini, teori tersebut masih berupa pendapat ilmuwan yang dihasilkan dari sebuah penelitian. Bahkan belum diketahui secara pasti jenis penyakit apa yang menginfeksi suku Maya tersebut. (Marizke/R)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Flu Singapura Tak Ditemukan di Bantul, Dinkes Tetap Waspadai Gejala yang Muncul

Mata Indonesia, Bantul - Dinkes Kabupaten Bantul menyatakan bahwa hingga akhir April 2024 kemarin, belum terdapat kasus flu Singapura yang teridentifikasi. Namun, Dinkes Bantul tetap mengimbau masyarakat untuk tetap waspada. "Kami belum menerima laporan terkait kasus flu Singapura di Bantul. Kami berharap tidak ada," ujar Agus Tri Widiyantara, Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Bantul, Sabtu 4 Mei 2024.
- Advertisement -

Baca berita yang ini