MATA INDONESIA, JAKARTA – Perang Sipil pada tahun 1860an terjadi sebagai bentuk penolakan dari masyarakat AS yang berada di bagian selatan. Terpilihnya Abraham Lincoln telah memicu gelombang protes karena masyarakat yang berada di bagian selatan AS menganggap Lincoln akan menghapuskan sistem perbudakan. Sebagian warga AS tidak setuju terhadap hal ini dan melancarkan aksi protes.
Kemenangan Lincoln ketika Pemilu AS memperlihatkan adanya tanda-tanda perpecahan. Tujuh negara bagian di wilayah Selatan AS mengusulkan pemisahan diri dan membentuk negara konfederasi. Mayoritas menolak kebijakan Lincoln untuk menghapuskan sistem perbudakan karena dinilai akan melemahkan konfederasi baru dengan cara merampas sebagian besar tenaga kerjanya.
Namun Lincoln tidak bergeming dengan segera mendeklarasikan Proklamasi Emansipasi anti perbudakan pada 1 Januari 1863. Hal ini tidak lepas pula dari kemenangan negara bagian utara AS terhadap sistem anti perbudakan.
Perang yang melibatkan masyarakat sipil telah menghasilkan banyak korban. Tercatat sekitar 140.414 korban tewas dari masyarakat dari bagian utara dan sekitar 74. 524 korban dari bagian selatan.
Peristiwa perang saudara yang berlangsung selama empat tahun ini ternyata telah menimbulkan luka dan dendam yang tersisa dari sebagian warga AS. Hal ini berimbas pada pembunuhan Lincoln saat Presiden ke-16 ini menyaksikan pertunjukkan teater di Ford’s Theatre, Washington.
Hal inilah yang menjadikan peristiwa pada tahun 1865 ini menjadi salah satu sejarah penting bagi AS karena telah menyebabkan disinitegrasi di tengah masyarakat AS.