1865, Dampak Pemilu AS yang Paling Parah

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA – Perang Sipil pada tahun 1860an terjadi sebagai bentuk penolakan dari masyarakat AS yang berada di bagian selatan. Terpilihnya Abraham Lincoln telah memicu gelombang protes karena masyarakat yang berada di bagian selatan AS menganggap Lincoln akan menghapuskan sistem perbudakan. Sebagian warga AS tidak setuju terhadap hal ini dan melancarkan aksi protes.

Kemenangan Lincoln ketika Pemilu AS memperlihatkan adanya tanda-tanda perpecahan. Tujuh negara bagian di wilayah Selatan AS mengusulkan pemisahan diri dan membentuk negara konfederasi. Mayoritas menolak kebijakan Lincoln untuk menghapuskan sistem perbudakan karena dinilai akan melemahkan konfederasi baru dengan cara merampas sebagian besar tenaga kerjanya.

Namun Lincoln tidak bergeming dengan segera mendeklarasikan Proklamasi Emansipasi anti perbudakan pada 1 Januari 1863. Hal ini tidak lepas pula dari kemenangan negara bagian utara AS terhadap sistem anti perbudakan.

Perang yang  melibatkan masyarakat sipil telah menghasilkan banyak korban. Tercatat sekitar 140.414 korban tewas dari masyarakat dari bagian utara dan sekitar 74. 524 korban dari bagian selatan.

Peristiwa perang saudara yang berlangsung selama empat tahun ini ternyata telah menimbulkan luka dan dendam yang tersisa dari sebagian warga AS. Hal ini berimbas pada pembunuhan Lincoln saat Presiden ke-16 ini menyaksikan pertunjukkan teater di Ford’s Theatre, Washington.

Hal inilah yang menjadikan peristiwa pada tahun 1865 ini menjadi salah satu sejarah penting bagi AS karena telah menyebabkan disinitegrasi di tengah masyarakat AS.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Stok BBM Dipertahankan Rata-Rata 20 Hari untuk Menjamin Kebutuhan Jelang Nataru

Oleh: Anggina Nur Aisyah* Menjelang perayaan Natal dan Tahun Baru 2025/2026, pemerintah menegaskankomitmennya dalam menjamin ketersediaan energi nasional melalui kebijakan strategismenjaga stok bahan bakar minyak pada rata-rata 20 hari. Kebijakan ini menjadi buktinyata kesiapan negara dalam mengantisipasi peningkatan kebutuhan masyarakatselama periode libur panjang, sekaligus memperkuat rasa aman publik terhadapkelangsungan aktivitas sosial, ekonomi, dan keagamaan. Penjagaan stok BBM tersebutmencerminkan perencanaan yang matang, berbasis data, serta koordinasi lintas sektoryang solid antara pemerintah, regulator, dan badan usaha energi nasional. Perhatian Presiden Prabowo Subianto terhadap kesiapan menghadapi arus Natal dan Tahun Baru memperlihatkan bahwa sektor energi ditempatkan sebagai prioritas utamadalam pelayanan publik. Presiden memastikan bahwa distribusi bahan bakar berjalanoptimal seiring dengan kesiapan infrastruktur publik, transportasi, dan layananpendukung lainnya. Pendekatan ini menegaskan bahwa pemenuhan kebutuhan energimasyarakat tidak hanya dipandang sebagai aspek teknis, melainkan sebagai bagian daritanggung jawab negara dalam menjaga stabilitas nasional dan kenyamanan publikselama momentum penting keagamaan dan libur akhir tahun. Langkah pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral dengan mengaktifkan kembali Posko Nasional Sektor...
- Advertisement -

Baca berita yang ini