Shin Tae-yong Ungkap Alasan Mau Latih Timnas Indonesia, Singgung soal K-Pop

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA – Shin Tae-yong menceritakan awal mula menerima tawaran PSSI melatih timnas Indonesia. Salah satu hal meyakinkannya adalah, mayoritas orang Indonesia menyukai Korea, terutama K-Pop.

Di 2019, PSSI memiliki dua kandidat pelatih timnas Indonesia. Selain Shin Tae-yong, ada nama Luis Milla, yang sebelumnya pernah menukangi skuat Garuda. Tapi, PSSI memilih Shin karena menyanggupi target juara Piala AFF 2020.

Dalam wawancara bersama channel Youtube Masters, yang diterjemahkan channel BAL, Shin Tae-yong menceritakan proses negosiasi antara PSSI dan dirinya hingga akhirnya melatih tim Merah Putih.

“Mantan sekjen PSSI (Ratu Tisha) menghubungi Asosiasi Sepak Bola Korea (KFA). Dia bilang ingin bicara dengan saya, pelatih timnas Korea. Mereka meminta saya langsung dan berharap saya menghubungi mereka lagi,” katanya.

“Waktu itu ada pertandingan Indonesia di Malaysia. Karena saya khawatir pergi ke Indonesia media dan orang banyak akan mengetahui, jadi saya pergi ke Malaysia,” ujarnya.

Di Malaysia, Shin bertemu langsung dengan petinggi PSSI, termasuk ketua umum Mochamad Iriawan. Pertemuan yang membahas visi dan misi.

“Di Malaysia saya ketemu dengan ketua, sekjen, anggota exco secara diam-diam. Kami membicarakan misi, dan saya berpikir ‘Oke, saya akan mempertimbangkannya dengan baik’. Pada akhirnya saya pergi ke Indonesia,” ucapnya.

Shin tak kesulitan menerima tawaran tersebut. Salah satu faktornya adalah, mayoritas orang Indonesia menyukai Korea dan K-Pop.

“Pada dasarnya orang Indonesia suka Korea. Orang Indonesia juga menyukai orang-orang Korea. Negara yang paling menyukai K-Pop. Ada survei di antara negara-negara Asia Tenggara dan Indonesia adalah negara yang paling menyukai Korea. Orang-orangnya paling menyukai Korea,” ungkapnya.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Sistem Kontrak Kerja jadi Masalah Generasi Muda, GMNI Singgung Keadilan Ketenagakerjaan di Indonesia

Sistem Kontrak Kerja jadi Masalah Generasi Muda, GMNI Singgung Keadilan Ketenagakerjaan di Indonesia Kondisi ketenagakerjaan saat ini menghadirkan berbagai tantangan signifikan yang berdampak pada kesejahteraan pekerja, terutama dalam menghadapi ketidakpastian kerja dan fenomena fleksibilitas yang eksploitatif atau dikenal sebagai flexploitation. Sistem kontrak sementara kerap menjadi salah satu akar permasalahan, karena tidak menjamin kesinambungan pekerjaan. Situasi ini semakin diperburuk oleh rendahnya tingkat upah, yang sering berada di bawah standar kehidupan layak, serta minimnya kenaikan gaji yang menambah beban para pekerja. Selain itu, kurangnya perlindungan sosial, seperti jaminan kesehatan yang tidak memadai, serta lemahnya penegakan hukum memperkuat kondisi precarization atau suatu kerentanan struktural yang terus dialami oleh pekerja. Di sisi lain, keterbatasan sumber daya negara juga menjadi penghambat dalam mendorong pertumbuhan sektor ekonomi kreatif yang potensial, di mana banyak pekerja terjebak dalam tekanan produktivitas tanpa disertai perlindungan hak yang memadai. Dalam konteks ini, generasi muda, termasuk kader-kader Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), menjadi kelompok yang paling rentan terhadap dinamika pasar kerja yang semakin eksploitatif. Generasi ini kerap menghadapi kontradiksi antara ekspektasi tinggi terhadap produktivitas dan inovasi dengan realitas kerja yang penuh ketidakpastian. Banyak dari mereka terjebak dalam sistem kerja fleksibel yang eksploitatif, seperti tuntutan kerja tanpa batas waktu dan kontrak sementara tanpa jaminan sosial yang memadai. Akibatnya, kondisi precarization semakin mengakar. Bagi kader GMNI, yang memiliki semangat juang dan idealisme tinggi untuk memperjuangkan keadilan sosial, situasi ini menjadi ironi. Di satu sisi, mereka harus tetap produktif meskipun kondisi kerja tidak mendukung, sementara di sisi lain mereka memikul tanggung jawab moral untuk terus memperjuangkan aspirasi kolektif para pekerja. Kondisi ini tidak hanya memengaruhi kesejahteraan individu, tetapi juga dapat mengikis potensi intelektual, semangat juang, serta daya transformasi generasi muda dalam menciptakan struktur sosial yang lebih adil. Oleh karena itu, peran negara menjadi sangat penting untuk merumuskan kebijakan yang konkret dan menyeluruh. Kebijakan ini harus memastikan pemenuhan hak-hak dasar pekerja, termasuk perlindungan sosial yang layak, serta penegakan regulasi yang konsisten untuk mengurangi ketimpangan dan menghentikan eksploitasi dalam sistem kerja fleksibel. Tanpa langkah nyata tersebut, ketimpangan struktural di pasar tenaga kerja akan terus menjadi ancaman bagi masa depan generasi muda dan stabilitas tatanan sosial secara keseluruhan.
- Advertisement -

Baca berita yang ini