Mata Indonesia, Yogyakarta – Ketua Tim Penanganan Sampah, DLH Kota Jogja, Mareta Hexa Sevana, menyoroti dominasi sampah organik dalam produksi sampah di wilayahnya yang mencapai lebih dari 50 persen. Mareta menekankan pentingnya perhatian terhadap masalah ini, terutama dari rumah tangga di Kota Yogyakarta.
Pemerintah Kota Jogja telah meluncurkan sejumlah program, termasuk program ‘Mbah Dirjo’, yang mengajak masyarakat untuk mengelola sampah organik melalui biopori.
Selain itu, program Gerakan Zero Sampah Anorganik (GZSA) juga tetap berjalan, dengan pengolahan dan pemilahan sampah di tingkat rumah tangga.
“Jadi harus ada budaya masyarakat untuk mengurangi sampah organik agar tidak terbuang sia-sia,” katanya, Selasa 7 Mei 2024.
Dia yakin penggunaan biopori dapat mengurangi produksi sampah hingga 50 persen jika efektif diterapkan.
Meskipun implementasinya belum optimal, upaya sosialisasi dan edukasi terus dilakukan.
“Pada tahun ini, setiap kelurahan akan mendapatkan bantuan Rp100 juta untuk pelatihan pengelolaan sampah organik, diharapkan dana ini dapat meningkatkan kesadaran masyarakat terutama dengan program yang sudah berjalan,” katanya.
Sebelumnya, Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) telah menutup Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Piyungan, Bantul mulai 1 Mei 2024 kemarin.
Hal ini tentu harus menjadi perhatian semua wilayah di DIY. Pemerintah Kota Yogyakarta terus mempercepat program desentralisasi sampah. Meski belum seluruhnya optimal, semua TPST 3R yang dikelola pemerintah akan segera diluncurkan.
Sementara di Sleman, sejumlah TPST 3R sudah berjalan optimal, sehingga dibutuhkan kesadaran warga dan juga peran pemerintah yang lebih cepat dalam penanganan sampah.