Mata Indonesia, Yogyakarta – Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) semakin menjadi perhatian serius di Indonesia, termasuk di Kota Yogyakarta. Korban TPPO seringkali berasal dari kalangan Pekerja Migran Indonesia (PMI), yang terjerat dalam kasus perdagangan manusia akibat berbagai faktor risiko.
Sebagai bentuk respons, Pemerintah Kota Yogyakarta melalui Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) mengajak lintas sektor untuk memperkuat upaya pencegahan dan penanganan TPPO, termasuk penanganan PMI non-prosedural.
Langkah ini bertujuan meningkatkan perlindungan bagi korban serta menegakkan hukum secara tegas.
Gugus Tugas Pencegahan TPPO di Kota Yogyakarta
Upaya ini diwujudkan melalui Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan TPPO (GT PP TPPO), yang terdiri dari Organisasi Perangkat Daerah (OPD), LSM, dan lembaga layanan lainnya.
Menurut Kepala DP3AP2KB Kota Yogyakarta, Retnaningtyas, pada tahun 2023 terdapat 5 kasus TPPO yang tercatat di Yogyakarta, seluruh korban berjenis kelamin perempuan. Para korban mengalami berbagai bentuk pelanggaran hak asasi manusia, seperti eksploitasi seksual, kerja paksa, hingga perbudakan modern.
“Kasus-kasus ini mencoreng hak asasi manusia dan merusak citra bangsa,” ujar Retnaningtyas, Senin, 25 November 2024.
Faktor utama pemicu TPPO meliputi kemiskinan, rendahnya pendidikan, terbatasnya peluang kerja, konflik sosial, hingga lemahnya kontrol sosial. Pelaku TPPO sering kali berasal dari lingkungan terdekat korban, seperti keluarga atau teman.
Komitmen Pemkot Yogyakarta dalam Pencegahan TPPO
Asisten Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Pemkot Yogyakarta, Yunianto Dwisutono, menegaskan bahwa Pemkot Yogyakarta terus memberikan perhatian serius terhadap isu TPPO. Hal ini sejalan dengan visi Kota Yogyakarta sebagai kota yang mengedepankan pendidikan berkualitas, pariwisata berbasis budaya, dan layanan jasa yang ramah lingkungan.
“Pemerintah Kota siap berkolaborasi dengan berbagai pihak, baik nasional maupun internasional, untuk memperkuat kebijakan dan langkah konkret dalam mencegah TPPO,” ungkap Yunianto.
Ia juga menekankan pentingnya peran lintas sektor dalam mencegah peluang bagi pelaku TPPO sekaligus memastikan perlindungan PMI.
Data Nasional TPPO dan Upaya Pencegahan
Berdasarkan data dari Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni), selama lima tahun terakhir (2019-2023) terdapat 2.265 korban TPPO di Indonesia. Dari jumlah tersebut, 51 persen korban adalah anak-anak, 47 persen perempuan dewasa, dan 2 persen laki-laki dewasa.
Asisten Deputi Perlindungan Hak Perempuan Pekerja dan TPPO, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI, Prijadi Santoso, menyoroti modus TPPO yang memanfaatkan teknologi, seperti lowongan kerja palsu atau rekrutmen magang dengan iming-iming tertentu.
“Kecermatan masyarakat dalam memahami syarat kerja hingga memverifikasi perusahaan sangat penting untuk mencegah penipuan,” jelasnya.
Prijadi juga mendukung langkah Gugus Tugas di berbagai wilayah untuk melaksanakan rencana aksi pemberantasan TPPO, termasuk rehabilitasi korban, reintegrasi sosial, penguatan hukum, serta koordinasi lintas sektor.
Harapan untuk Masa Depan
Dengan sinergi lintas sektor yang terus diperkuat, Pemerintah Kota Yogyakarta optimistis dapat memperkuat pengawasan dan perlindungan bagi PMI serta memberikan efek jera bagi pelaku TPPO.
Langkah konkret ini diharapkan dapat menciptakan lingkungan yang aman dan terlindungi, khususnya bagi warga Yogyakarta yang rentan terhadap TPPO.
Dengan kerja sama dan komitmen bersama, pemberantasan TPPO diharapkan semakin efektif sehingga masyarakat dapat hidup dengan lebih aman dan bermartabat.