MINEWS, JAKARTA – Ada kerinduan para elite partai politik pada era Orde ‘Soeharto’ Baru. Hal itu diucapkan peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen (Formappi) Lucius Karus terkait usulan masa jabatan presiden tiga periode.
Selain masa jabatan presiden, wacana lainnya yakni menghidupkan kembali Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) dan MPR sebagai lembaga tertinggi negara, hingga pemilihan presiden oleh MPR.
“Saya kira kerinduan bisa berkuasa mirip Soeharto dan kroni-kroninya di era orde baru yang banyak mendorong munculnya wacana-wacana seperti pemilihan Presiden oleh MPR, GBHN, masa kekuasaan tiga periode dan lain-lain,” kata Lucius di Jakarta, Minggu 1 Desember 2019.
Sejumlah wacana itu bertolak belakang seluruhnya dengan semangat awal reformasi. Di mana MPR memutuskan untuk mengubah praktik demokrasi tidak langsung, masa jabatan presiden yang tanpa batas, menghapuskan GBHN, mengubah fungsi MPR sebagai lembaga tertinggi negara, untuk mencegah demokrasi sekadar jadi alat penguasa untuk mempertahankan otoritarianisme.
Sayangnya, sejumlah wacana yang muncul belakangan justru seolah mendorong adanya perombakan sistem yang membuat Orde Baru bisa berkuasa tanpa batas alias sewenang-wenang. Ia pun menduga, bagi penguasa, kemewahan berkuasa pada era Orde Baru itu tetap menjadi impian.
“Bagaimana tidak, presiden dan kroni-kroninya tanpa beban bisa melakukan apa saja dalam waktu lama. Penguasa bisa sewenang-wenang memperlakukan rakyat, tanpa perlu takut diprotes rakyat melalui pengadilan. Bisa memperkaya diri, keluarga dan parpol tanpa perlu takut diciduk KPK,” kata dia.
Masa jabatan presiden tiga periode hingga presiden dipilih MPR dinilainya buruk dari sisi rakyat dan substansi demokrasi. Sementara bagi penguasa, hal-hal tersebut adalah sebuah kemewahan.
“Saya yakin bukan tak mungkin (masa jabatan) akan diubah kembali menjadi lebih lama lagi. Wong rakyat sudah bisa ditawar-tawar kok soal waktu,” katanya.