MATA INDONESIA, JAKARTA-Stanley Plotkin, seorang dokter anak dan ahli vaksinasi turun gunung membantu pencarian vaksin untuk bisa menghentikan pandemi penyakit virus corona.
Mengutip tempo, Pria berusia 87 tahun dan dijuluki ‘Godfather of Vaccines’ karena telah meneliti vaksin antraks, polio, rabies, dan rotavirus, termasuk menemukan vaksin rubella itu kini memberi konsultasi untuk sejumlah perusahaan farmasi yang berusaha mengembangkan vaksin virus corona tersebut.
Plotkin menemukan vaksin rubella pada1960-an di Wistar Institute di Philadelphia, dan dianggap telah memberantas penyakit itu di Amerika Serikat. Rubella, juga dikenal sebagai campak Jerman, mengakibatkan penyakit ringan untuk orang dewasa yang tertular, tapi bisa menyebabkan cacat lahir jika menginfeksi janin dalam rahim.
Menurut Wistan Institute, pada tahun tersebut pandemi rubella melanda seluruh Amerika Serikat dan Eropa, yang membuat sekitar 12 ribu bayi tuli, buta, atau keduanya. Vaksin Plotkin adalah “R” dalam vaksin MMR yang kini diberikan kepada anak-anak di seluruh dunia.
“Rubella mengakibatkan banyak kepanikan di antara para perempuan, dan saya bisa menghitung bahwa satu persen dari semua kehamilan di Philadelphia selama epidemi dipengaruhi oleh rubella. Jadi wanita sangat marah,” ujar dia kepada CNBC.
Membandingkannya dengan penyakit virus corona 2019 atau COVID-19 yang sedang menciptakan pandemi, Plotkin menjelaskan, tentu saja semua orang juga kesal. Dia juga bertanya-tanya apakah seseorang dapat menghentikan penyebaran virus seperti yang telah berhasil dilakukan di Cina?
“Masyarakat kita (Amerika, red) tidak seperti masyarakat Cina dan masih harus dilihat. Virus corona saat ini dapat membunuh, jadi semua orang berisiko,” katanya.
Dampak dari virus corona baru ini mengganggu berbagai aktivitas, mulai dari sosial hingga ekonomi, dan Plotkin setuju dampak itu jauh lebih besar daripada dengan rubella. Namun, Plotkin menyatakan tidak menilai dari segi itu.
Dia lalu berpikir sudah selayaknya apa yang dilakukan hari ini tentang pembatasan aktivitas sosial untuk menghentikan penyebaran virus corona.
“Itu pada akhirnya mengurangi jumlah orang yang terinfeksi. Jika kita tidak (mengisolasi secara sosial, red), maka mungkin 70 persen hingga 80 persen dari kita akan terinfeksi,” kata dia.
Dia menolak membandingkan sikap pemerintah dalam menghadapi rubella dan COVID-19 sekarang. Meskipun ada banyak kesengsaraan di tahun 60-an dan penelitian diluncurkan oleh hibah melalui pemerintah, kedua pandemi itu disebutnya memiliki kepanikan yang berbeda.
Menurut Plotkin, investasi yang diberikan tidak sama, dan saat rubella tidak ada isolasi. Respon pada corona jauh lebih besar daripada rubella dulu.
“Kami sedang terburu-buru mengembangkan vaksin untuk melawan virus corona ini. Di tahun 60-an ada banyak upaya untuk mengembangkan vaksin, termasuk vaksin saya, tapi itu tidak sama dengan yang ada sekarang,” kata Plotkin.
Kemana aja Loe, Ndro?