Mata Indonesia, Yogyakarta – Pilkada Serentak 2024 akan berlangsung November mendatang. Pendaftaran para calon kepala daerah sudah berlangsung sejak 27-29 Agustus lalu.
Sebelum para kepala daerah mendaftarkan diri, putusan MK nomor 60/PUU-XXII/2024 sempat membuat masyarakat bergerak untuk mengawal keputusan itu. Bukan tanpa alasan, sehari setelah diputuskan, Baleg DPR justru mempercepat RUU Pilkada yang dituding berupaya untuk menganulir keputusan tersebut.
Gerakan masyarakat untuk mendesak DPR tak mengesahkan menjadi UU pun meledak. Sejumlah aksi massa di Gedung DPR RI juga menjadi sorotan. Pada akhirnya DPR mengurungkan niatnya.
Tak dipungkiri munculnya putusan MK ini mempengaruhi kondisi termasuk langkah parpol untuk bertarung di Pilkada November nanti.
Sedikit untuk diketahui putusan MK sendiri membolehkan parpol mengusung calonnya dengan ambang batas yang rendah, termasuk membatasi calon kandidat yang hanya boleh mendaftar sebagai calon kepala daerah jika sudah genap berusia 30 tahun.
Kesepakatan untuk bekoalisi juga menjadi salah satu dinamika yang terjadi di daerah-daerah, seperti di DIY sendiri.
Majunya Harda Kiswaya-Danang Maharsa yang membentuk Koalisi Sleman Bersatu (KSB) membuat beberapa parpol maju-mundur untuk memberi dukungan.
DPC PKS Sleman salah satunya. yang sebelumnya mendukung Harda-Danang justru keluar dari KSB. Bahkan PKS Sleman mengubah arah dukungannya ke Kustini Sri Purnomo-Sukamto.
Tidak ada alasan detail mengapa partai berlambang Ka’bah tersebut berpindah dukungna politik. Kendati begitu, inkumben yang akan maju kembali dinilai masih kuat untuk menang di Pilkada Sleman.
Namun mendekati pendaftaran kandidat, PKS malah memilih untuk kembali mendukung Harda-Danang. Tudingan pun muncul terkait komunikasi politik yang dilakukan PKS dengan inkumben belum menemui kata sepakat.
Meski demikian, Ketua DPW PKS DIY, M Agus Mas’udi mengungkapkan perubahan-perubahan dukungan yang terjadi tak lain karena politik bergerak dinamis.
“Perubahan dukungan ini juga bentuk dari dinamika politik yang cepat dan kompetitif. Jadi kami jamin setelah keputusan pusat diambil struktur partai akan solid dan patuh,” ujar dia dikutip, Minggu 8 September 2024.
Keputusan MK terkait ambang batas terhadap capaian suara sebesar 5-7 persen di wilayah yang berpenduduk 1 jutaan pada Pemilu kemarin bisa jadi salah satu faktor PKS untuk berpindah dukungan, meski tak mengajukan kadernya untuk bertarun di Pilkada.
PDIP Mandiri di Kota Jogja
Peta politik di Jogja terlihat ada sedikit dampak terhadap putusan MK. DPC PDI Perjuangan Kota Jogja, tak berkoalisi dengan parpol manapun untuk mengusung Hasto Wardoyo-Wawan Hermawan.
Secara ambang batas, PDIP cukup meraup banyak suara pada Pemilu di Kota Jogja. Kuatnya suara yang didapat membuat partai berlambang banteng itu pede mengajukan calonnya tanpa koalisi di belakangnya.
Terlepas dari ambang batas tersebut, PDIP memiliki sekitar 11 kursi di DPRD yang membuat pihaknya berani maju ‘mandiri’ di Pilkada 2024.
Ketua DPP PDIP Bidang Kaderisasi dan Ideologi, Djarot Saiful Hidayat, menjelaskan pemilihan Hasto-Wawan tak lepas dari kiprahnya sejauh bertugas di DIY. Di sisi lain track record politikus ini juga banyak memberi terobosan.
“Kami melihat bahwa Hasto Wardoyo memiliki rekam jejak yang bagus dan dibutuhkan,” ujar dia.
Saat ini kandidat termasuk partai koalisi tengah bersiap untuk menyambut kampanye. KPU sendiri menjadwalkan kampanye akan dimulai pada 25 September – 23 November 2024.