DPP Sleman Akui Stok Hewan Kurban untuk Idul Adha Kurang, Begini Antisipasinya

Baca Juga

Mata Indonesia, Sleman – Dinas Pertanian Pangan dan Perikanan (DP3) Sleman memastikan bahwa saat ini mereka belum mampu memenuhi kebutuhan hewan kurban secara mandiri. Pasalnya, hingga kini masih memerlukan pasokan dari daerah lain.

Kepala Dinas Pertanian Pangan dan Perikanan Sleman, Suparmono, menjelaskan bahwa seperti pada perayaan Idul Adha tahun-tahun sebelumnya, kebutuhan hewan kurban belum dapat dipenuhi secara mandiri. Hal ini disebabkan oleh jumlah ketersediaan yang masih di bawah kebutuhan yang ada.

Sebagai contoh, untuk sapi, dibutuhkan sekitar 9.600 ekor, namun berdasarkan pendataan, ketersediaan baru mencapai 3.892 ekor. Kondisi serupa terjadi pada domba, di mana kebutuhan mencapai 2.700 ekor, tetapi ketersediaan hanya 1.468 ekor.

“Untuk kambing juga sama. Ketersediaan dari Sleman lebih sedikit dibandingkan kebutuhan untuk Kurban,” ujar Suparmono, Rabu 22 Mei 2024.

Menurutnya, kondisi ini telah berlangsung lama. Meski demikian, masyarakat diminta untuk tidak khawatir karena kekurangan hewan kurban akan dipenuhi dengan berbagai cara, termasuk mendatangkan ternak dari daerah lain dan partisipasi pelaku usaha ternak lainnya.

“Kondisi ini serupa dengan pelaksanaan Kurban tahun-tahun sebelumnya, banyak hewan didatangkan dari luar daerah untuk memenuhi kebutuhan pemotongan hewan Kurban,” kata dia.

Di sisi lain, Suparmono menyatakan bahwa jumlah hewan kurban yang disembelih setiap tahun terus berubah-ubah. Sebagai gambaran, pada tahun 2023, terdapat 10.110 ekor sapi, 12.412 ekor domba, dan 2.446 kambing yang disembelih.

Tahun lalu, dari total 2.664 lokasi penyembelihan, ada 9.432 ekor sapi, 12.003 ekor domba, dan 2.603 kambing yang disembelih untuk perayaan Iduladha.

“Seperti tahun-tahun sebelumnya, kami akan melakukan pemantauan agar pelaksanaan Kurban berjalan lancar,” ujarnya.

Menjelang perayaan Idul Adha, Dosen Fakultas Peternakan UGM, Panjono, mengingatkan masyarakat dan panitia kurban untuk merawat sapi kurban yang telah dibeli jauh hari dengan baik.

“Jangan sampai setelah dibeli dan dipelihara, sapi justru menurun kondisi tubuhnya atau bahkan jatuh sakit,” katanya.

Selain itu, ia juga mengingatkan bahwa sebelum membeli hewan kurban, kesehatannya harus dipastikan. Misalnya, sapi yang sehat dapat dilihat dari fisik dan tingkah lakunya.

Ciri fisik sapi kurban yang sehat adalah moncongnya segar, bersih, tidak berbuih, tidak berbau, dan tidak terdapat luka. Bagian tracak kaki sapi yang sehat berbentuk menyerupai tempurung kelapa tertelungkup atau dalam Bahasa Jawa disebut “mbathok”.

“Sapi yang sehat memiliki pantat dan anus yang bersih dan tidak menunjukkan tanda-tanda mencret. Mata sapi yang sehat juga terlihat berbinar,” jelasnya.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Sistem Kontrak Kerja jadi Masalah Generasi Muda, GMNI Singgung Keadilan Ketenagakerjaan di Indonesia

Sistem Kontrak Kerja jadi Masalah Generasi Muda, GMNI Singgung Keadilan Ketenagakerjaan di Indonesia Kondisi ketenagakerjaan saat ini menghadirkan berbagai tantangan signifikan yang berdampak pada kesejahteraan pekerja, terutama dalam menghadapi ketidakpastian kerja dan fenomena fleksibilitas yang eksploitatif atau dikenal sebagai flexploitation. Sistem kontrak sementara kerap menjadi salah satu akar permasalahan, karena tidak menjamin kesinambungan pekerjaan. Situasi ini semakin diperburuk oleh rendahnya tingkat upah, yang sering berada di bawah standar kehidupan layak, serta minimnya kenaikan gaji yang menambah beban para pekerja. Selain itu, kurangnya perlindungan sosial, seperti jaminan kesehatan yang tidak memadai, serta lemahnya penegakan hukum memperkuat kondisi precarization atau suatu kerentanan struktural yang terus dialami oleh pekerja. Di sisi lain, keterbatasan sumber daya negara juga menjadi penghambat dalam mendorong pertumbuhan sektor ekonomi kreatif yang potensial, di mana banyak pekerja terjebak dalam tekanan produktivitas tanpa disertai perlindungan hak yang memadai. Dalam konteks ini, generasi muda, termasuk kader-kader Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), menjadi kelompok yang paling rentan terhadap dinamika pasar kerja yang semakin eksploitatif. Generasi ini kerap menghadapi kontradiksi antara ekspektasi tinggi terhadap produktivitas dan inovasi dengan realitas kerja yang penuh ketidakpastian. Banyak dari mereka terjebak dalam sistem kerja fleksibel yang eksploitatif, seperti tuntutan kerja tanpa batas waktu dan kontrak sementara tanpa jaminan sosial yang memadai. Akibatnya, kondisi precarization semakin mengakar. Bagi kader GMNI, yang memiliki semangat juang dan idealisme tinggi untuk memperjuangkan keadilan sosial, situasi ini menjadi ironi. Di satu sisi, mereka harus tetap produktif meskipun kondisi kerja tidak mendukung, sementara di sisi lain mereka memikul tanggung jawab moral untuk terus memperjuangkan aspirasi kolektif para pekerja. Kondisi ini tidak hanya memengaruhi kesejahteraan individu, tetapi juga dapat mengikis potensi intelektual, semangat juang, serta daya transformasi generasi muda dalam menciptakan struktur sosial yang lebih adil. Oleh karena itu, peran negara menjadi sangat penting untuk merumuskan kebijakan yang konkret dan menyeluruh. Kebijakan ini harus memastikan pemenuhan hak-hak dasar pekerja, termasuk perlindungan sosial yang layak, serta penegakan regulasi yang konsisten untuk mengurangi ketimpangan dan menghentikan eksploitasi dalam sistem kerja fleksibel. Tanpa langkah nyata tersebut, ketimpangan struktural di pasar tenaga kerja akan terus menjadi ancaman bagi masa depan generasi muda dan stabilitas tatanan sosial secara keseluruhan.
- Advertisement -

Baca berita yang ini